MATERI PEMBELAJARAN TEKS EKSPLANASI
A. Kompetensi Dasar
3.3 Mengidentifikasi informasi (pengetahuan dan urutan kejadian) dalam teks ekplanasi lisan dan tulis
4.3 Mengkonstruksi informasi (pengetahuan dan urutan kejadian) dalam teks eksplanasi secara lisan dan tulis
3.4 Menganalisis struktur dan kebahasaan teks eksplanasi
4.4 Memproduksi teks eksplanasi secara lisan atau tulis dengan memerhatikan struktur dan kebahasaan
B. Ringkasan Materi
1. Mengidentifikasi Informasi dalam Teks eksplanasi
Teks eksplanasi dapat disamakan dengan teks yang menceritakan prosedur atau proses terjadinya sesuatu. Dengan teks tersebut, pembaca dapat memperoleh pemahaman mengenai latar belakang terjadi sesuatu secara jelas dan logis. Teks eksplanasi menggunakan banyak fakta dan pernyataan-pernyataan yang memiliki hubungan sebab akibat (kausalitas). Namun, sebab-sebab ataupun akibat-akibat itu berupa sekumpulan fakta menurut penulisnya.
Contoh teks eksplanasi
Akhir-akhir ini demonstrasi kerap terjadi di hampir setiap waktu dan terjadi di berbagai tempat. Bahkan, demonstrasi sudah menjadi fenomena yang lumrah di tengah-tengah masyarakat kita. Menanggapi fenomena tersebut, seorang kepala daerah menyatakan bahwa penyebab demonstrasi dan anarkisme tidak lain adalah faktor laparnya masyarakat. Lantas ia mencontohkan rakyat Malaysia dan Brunei yang adem ayem, lantaran kesejahteraan mereka terpenuhi maka demonstrasi di negara-negara itu jarang terjadi.
Tentu saja komentar tersebut menyulut reaksi para mahasiswa. Mereka memprotes dan meminta sang bupati mencabut kembali pernyataannya. Para mahasiswa tidak terima dan tidak merasa memiliki motif serendah itu. Mereka berpendirian bahwa demonstrasi yang biasa mereka lakukan murni untuk memperjuangkan kebenaran dan melawan kemunkaran yang terjadi di hadapannya.
Persoalannya kemudian, pendapat manakah yang benar; sang bupati atau pihak mahasiswa ataupun komponen-komponen masyarakat lainnya? Barangkali logika sang bupati dikaitkan dengan kebiasaan bayi atau anak kecil yang memang begitu adanya. Kalau seorang bayi merasa lapar, ia akan ngamuk: menangis dan meronta-ronta. Namun, apabila logika sang bupati dibawa pada konteks yang lebih luas, jelaslah tidak relevan, misalnya membandingkan dengan kondisi rakyat di Malaysia ataupun Brunei yang adem-ayem, tidak seperti halnya rakyat Indonesia yang gampangan.
Demonstrasi massa tidak selalu disebabkan oleh urusan perut, bahkan banyak peristiwa yang sama sekali tidak didasari oleh motif itu. Dalam kaitannya dengan kebutuhan manusia, Abraham Maslow membaginya ke dalam beberapa tingkatan. Kebutuhan yang paling mendasar adalah makan dan minum. Sementara itu, yang paling puncak adalah kebutuhan akan aktualisasi diri.
Namun demikian, pada umumnya demonstrasi massa justru lebih didasari oleh kebutuhan tingkatan akhir itu. Masyarakat berdemonstrasi karena membutuhkan pengakuan dari pemerintah ataupun pihak-pihak lain agar hak-hak dan eksistensi mereka diakui. Oleh karena merasa dibiarkan, hak-haknya diingkari, bahkan dinistakan, kemudian mereka berusaha untuk menunjukkan jati dirinya dengan cara berdemonstrasi.
Banyak fakta dapat membuktikannya. Demonstrasi massa pada awalawal reformasi di negeri ini pada tahun 1997-1998, bukan dilakukan oleh rakyat miskin ataupun orang-orang lapar. Justru hal itu dilakukan oleh warga dari kalangan menengah ke atas, dalam hal ini adalah mahasiswa dan golongan intelektual. Belum lagi kalau merujuk pada kasus-kasus yang terjadi di luar negeri. Dalam beragam sekala (besar atau kecil), demonstrasi bukan hal aneh lagi bagi negara-negara Eropa. Demonstrasi yang mereka lakukan sudah barang tentu tidak didorong oleh kondisi perut yang lapar karena mereka pada umumnya dalam kondisi yang sangat makmur.
Perbandingan yang cukup kontras dengan melihat peristiwa terbaru di Kora Utara. Kondisi sosial ekonomi warga negaranya sangat jauh terbelakang. Kemiskinan menjadi pemandangan umum hampir melanda di seluruh pelosok negeri. Akan tetapi, ketika Kim Jong-Il, pimpinannya itu meninggal, tak ada upaya penggulingan kekuasaan ataupun demonstrasi untuk menuntut perubahan politik di negerinya. Padahal peluang untuk itu lebih terbuka. Justru yang terjadi kemudian hampir seluruh warganya menunduk hidmat, mengantar jenazah pimpinannya ke liang lahat. Juga apabila kembali melihat kondisi warga di negeri ini. Kemiskinan sangat akrab di pinggiran kota dan di sudut-sudut desa di berbagai
pelosok. Akan tetapi, mereka jarang melakukan demonstrasi: hanya satudua peristiwa. Justru yang jauh lebih getol melakukan hal itu adalah warga yang tinggal pusat-pusat kota, yang secara umum mereka lebih makmur.
Dengan fakta-fakta semacam itu, nyatalah bahwa kemiskinan bukanlah penyebab utama untuk terjadinya gelombang demonstrasi. Akan tetapi, fenomena tersebut lebih disebabkan oleh kemampuan berpikir kritis dari warga masyarakat. Mereka tahu akan hak-haknya, mengerti pula bahwa di sekitarnya telah terjadi pelanggaran dan kesewenang-wenangan. Mereka kemudian melakukan protes dan menyampaikan sejumlah tuntutan.
Apabila faktor-faktor itu tidak ada di dalam diri mereka, apapun yang terjadi di sekitarnya, mereka akan seperti kerbau dicocok hidung: manggutmanggut dan berkata “ya” pada apapun tindakan dari impinannya meskipun menyimpang, dan bahkan menzalimi mereka sendiri.
(Sumber: Kosasih).
Tentu saja komentar tersebut menyulut reaksi para mahasiswa. Mereka memprotes dan meminta sang bupati mencabut kembali pernyataannya. Para mahasiswa tidak terima dan tidak merasa memiliki motif serendah itu. Mereka berpendirian bahwa demonstrasi yang biasa mereka lakukan murni untuk memperjuangkan kebenaran dan melawan kemunkaran yang terjadi di hadapannya.
Persoalannya kemudian, pendapat manakah yang benar; sang bupati atau pihak mahasiswa ataupun komponen-komponen masyarakat lainnya? Barangkali logika sang bupati dikaitkan dengan kebiasaan bayi atau anak kecil yang memang begitu adanya. Kalau seorang bayi merasa lapar, ia akan ngamuk: menangis dan meronta-ronta. Namun, apabila logika sang bupati dibawa pada konteks yang lebih luas, jelaslah tidak relevan, misalnya membandingkan dengan kondisi rakyat di Malaysia ataupun Brunei yang adem-ayem, tidak seperti halnya rakyat Indonesia yang gampangan.
Demonstrasi massa tidak selalu disebabkan oleh urusan perut, bahkan banyak peristiwa yang sama sekali tidak didasari oleh motif itu. Dalam kaitannya dengan kebutuhan manusia, Abraham Maslow membaginya ke dalam beberapa tingkatan. Kebutuhan yang paling mendasar adalah makan dan minum. Sementara itu, yang paling puncak adalah kebutuhan akan aktualisasi diri.
Namun demikian, pada umumnya demonstrasi massa justru lebih didasari oleh kebutuhan tingkatan akhir itu. Masyarakat berdemonstrasi karena membutuhkan pengakuan dari pemerintah ataupun pihak-pihak lain agar hak-hak dan eksistensi mereka diakui. Oleh karena merasa dibiarkan, hak-haknya diingkari, bahkan dinistakan, kemudian mereka berusaha untuk menunjukkan jati dirinya dengan cara berdemonstrasi.
Banyak fakta dapat membuktikannya. Demonstrasi massa pada awalawal reformasi di negeri ini pada tahun 1997-1998, bukan dilakukan oleh rakyat miskin ataupun orang-orang lapar. Justru hal itu dilakukan oleh warga dari kalangan menengah ke atas, dalam hal ini adalah mahasiswa dan golongan intelektual. Belum lagi kalau merujuk pada kasus-kasus yang terjadi di luar negeri. Dalam beragam sekala (besar atau kecil), demonstrasi bukan hal aneh lagi bagi negara-negara Eropa. Demonstrasi yang mereka lakukan sudah barang tentu tidak didorong oleh kondisi perut yang lapar karena mereka pada umumnya dalam kondisi yang sangat makmur.
Perbandingan yang cukup kontras dengan melihat peristiwa terbaru di Kora Utara. Kondisi sosial ekonomi warga negaranya sangat jauh terbelakang. Kemiskinan menjadi pemandangan umum hampir melanda di seluruh pelosok negeri. Akan tetapi, ketika Kim Jong-Il, pimpinannya itu meninggal, tak ada upaya penggulingan kekuasaan ataupun demonstrasi untuk menuntut perubahan politik di negerinya. Padahal peluang untuk itu lebih terbuka. Justru yang terjadi kemudian hampir seluruh warganya menunduk hidmat, mengantar jenazah pimpinannya ke liang lahat. Juga apabila kembali melihat kondisi warga di negeri ini. Kemiskinan sangat akrab di pinggiran kota dan di sudut-sudut desa di berbagai
pelosok. Akan tetapi, mereka jarang melakukan demonstrasi: hanya satudua peristiwa. Justru yang jauh lebih getol melakukan hal itu adalah warga yang tinggal pusat-pusat kota, yang secara umum mereka lebih makmur.
Dengan fakta-fakta semacam itu, nyatalah bahwa kemiskinan bukanlah penyebab utama untuk terjadinya gelombang demonstrasi. Akan tetapi, fenomena tersebut lebih disebabkan oleh kemampuan berpikir kritis dari warga masyarakat. Mereka tahu akan hak-haknya, mengerti pula bahwa di sekitarnya telah terjadi pelanggaran dan kesewenang-wenangan. Mereka kemudian melakukan protes dan menyampaikan sejumlah tuntutan.
Apabila faktor-faktor itu tidak ada di dalam diri mereka, apapun yang terjadi di sekitarnya, mereka akan seperti kerbau dicocok hidung: manggutmanggut dan berkata “ya” pada apapun tindakan dari impinannya meskipun menyimpang, dan bahkan menzalimi mereka sendiri.
(Sumber: Kosasih).
Teks di atas terdiri atas paragraf-paragraf yang merupakan paparan tentang akibat sebab maraknya demonstrasi di tengah-tengah masyarakat. Teks itu pun dapat dikelompokkan sebagai teks eksplanasi. Dari teks semacam itu diharapkan para pembaca dapat memahami proses berlangsungnya suatu peristiwa yang bersifat kausalitas dengan sejelasjelasnya.
Dalam teks eksplanasi, penulis menggunakan banyak fakta yang fungsinya sebagai penyebab atau akibat terjadinya suatu peristiwa. Bahkan, dapat dikatakan bahwa teks eksplanasi hampir semuanya berupa fakta.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan kembali paragraf pertama di atas. Paragraf tersebut dibentuk oleh empat buah kalimat yang semuanya berupa fakta .
Dalam teks eksplanasi, penulis menggunakan banyak fakta yang fungsinya sebagai penyebab atau akibat terjadinya suatu peristiwa. Bahkan, dapat dikatakan bahwa teks eksplanasi hampir semuanya berupa fakta.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan kembali paragraf pertama di atas. Paragraf tersebut dibentuk oleh empat buah kalimat yang semuanya berupa fakta .
Kalimat | Keterangan |
1. Kondisi sosial ekonomi warga negaranya sangat jauh terbelakang. Kemiskinan menjadi pemandangan umum hampir melanda di seluruh pelosok negeri. Akan tetapi, ketika Kim Jong Il, pimpinannya itu meninggal, tak ada upaya penggulingan kekuasaan ataupun demonstrasi untuk menuntut perubahan politik di negerinya. Padahal peluang untuk itu lebih terbuka. Justru yang terjadi kemudian hampir seluruh warganya menunduk hidmat, mengantar jenazah pimpinannya ke liang lahat. | fakta |
2. Juga apabila kembali melihat kondisi warga di negeri ini. Kemiskinan sangat akrab di pinggiran kota dan di sudut-sudut desa di berbagai pelosok. Akan tetapi, mereka jarang melakukan demonstrasi: hanya satu-dua peristiwa. Justru yang jauh lebih getol melakukan hal itu adalah warga yang tinggal pusat-pusat kota, yang secara umum mereka lebih makmur. | fakta |
Contoh 2
Kalau memang sudah terkena anemia, jenis-jenis asupan alamiah seperti dari makanan, sudah tak praktis lagi. Ini disebakan, makanan berzat besi perlu dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan itu tak memungkinkan. Makanya, asupan zat besi perlu ditambahkan sampai anemianya terkoreksi.. Biasanya, mereka merasa kembali sehat ketika sehari-dua setelah mengkonsumsi asupan zat besi. Namun, itu menghilangkan gejalanya saja. Padahal, penyakitnya masih ada sewaktuwaktu bisa muncul kembali. Oleh karena itu, agar anemia terkoreksi, dibutuhkan zat besi yang cukup sebagai cadangan di dalam tubuh. Cadangan zat besi itu berguna untuk mengganti sel darah merah yang hilang. Biasanya, asupan itu terus dikonsumsi selama satu-tiga bulansampai anemianya terkoreksi betul.
Teks tersebut tergolong ke dalam bentuk teks eksplanasi. Di dalamnya tergambar suatu paparan proses. Teks tersebut memaparkan secara kausalitas tentang proses penyembuhan penyakit anemia. Pembacanya pun memperoleh pemahaman yang sangat jelas tentang cara-cara penyembuhan penyakit itu. Dengan contoh di atas, teks yang menjelaskan suatu proses, urutan kegiatan yang bersifat kausalitas, dapat digolongkan ke dalam teks eksplanasi.
2. Struktur Teks Ekplanasi
Teks eksplanasi memiliki struktur baku sebagaimana halnya jenis teks lainnya. Sesuai dengan karakteristik umum dari isinya, teks eksplanasi dibentuk oleh bagian-bagian berikut.
a. Identifkasi fenomena (phenomenon identifcation), mengidentifkasi sesuatu yang akan diterangkan. Hal itu bisa terkait dengan fenomena alam, sosial, budaya, dan fenomena-fenomena lainnya. Bagian ini disebut juga dengan pernyataan umum.
b. Penggambaran rangkaian kejadian (explanation sequence), memerinci proses kejadian yang relevan dengan fenomena yang diterangkan sebagai pertanyaan atas bagaimana atau mengapa.
1) Rincian yang berpola atas pertanyaan “bagaimana” akan melahirkan uraian yang tersusun secara kronologis ataupun gradual. Dalam hal ini fase-fase kejadiannya disusun berdasarkan urutan waktu.
2) Rincian yang berpola atas pertanyaan “mengapa” akan melahirkan uraian yang tersusun secara kausalitas. Dalam hal ini fase-fase kejadiannya disusun berdasarkan hubungan sebab akibat.
a. Identifkasi fenomena (phenomenon identifcation), mengidentifkasi sesuatu yang akan diterangkan. Hal itu bisa terkait dengan fenomena alam, sosial, budaya, dan fenomena-fenomena lainnya. Bagian ini disebut juga dengan pernyataan umum.
b. Penggambaran rangkaian kejadian (explanation sequence), memerinci proses kejadian yang relevan dengan fenomena yang diterangkan sebagai pertanyaan atas bagaimana atau mengapa.
1) Rincian yang berpola atas pertanyaan “bagaimana” akan melahirkan uraian yang tersusun secara kronologis ataupun gradual. Dalam hal ini fase-fase kejadiannya disusun berdasarkan urutan waktu.
2) Rincian yang berpola atas pertanyaan “mengapa” akan melahirkan uraian yang tersusun secara kausalitas. Dalam hal ini fase-fase kejadiannya disusun berdasarkan hubungan sebab akibat.
Bagian ini disebut juga dengan deretan penjelas.
3) Ulasan (review), berupa komentar atau penilaian tentang konsekuensi atas kejadian yang dipaparkan sebelumnya. Bagian ini disebut juga dengan iterpretasi.
3) Ulasan (review), berupa komentar atau penilaian tentang konsekuensi atas kejadian yang dipaparkan sebelumnya. Bagian ini disebut juga dengan iterpretasi.
Contoh teks eksplanasi dan analisis strukturnya
Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan adalah peristiwa di mana wilayah yang memiliki banyak tumbuhan lebat (pohon), semak belukar, paku-pakuan, rumput, dan lain-lain atau yang dikenal hutan mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh aktifitas pembakaran secara besar-besaran. Kebakaran hutan merupakan suatu keadaan dimana hutan di landa api sehingga memberi dampak negatif maupun positif. Berdasarkan fakta yang ada dampak negatif kebakaran hutan jauh lebih mendominasi dari pada dampak positifnya.
Faktor penyebab terjadinya kebakaran hutan ada dua macam yaitu faktor alam dan faktor manusia. Kebakaran hutan yang terjadi karena faktor alam sering disebabkan oleh musim kemarau berkepanjangan, sambaran petir. dan aktifitas vulkanik yang biasanya mengeluarkan lahar dan awan panas yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran. Kebakaran di bawah tanah (Ground Fire) juga termasuk faktor alam karena pada daerah tanah gambut yang dapat menyulut kebakaran diatas tanah pada saat musim kemarau ketika cuaca sedang panas-panasnya.
Kebakaran hutan di Indonesia, hampir 95 persen kebakaran hutan di sebabkan oleh ulah manusia. Faktor manusia sering kali dilakukan dengan unsur kesengajaan oleh manusia seperti kelalaian membuang putung rokok, membakar hutan dalam rangka pembukaan lahan, api unggun yang lupa dimatikan atau tidak benar-benar mati saat ditinggalkan, pembakaran sampah, dan berbagai kelalaian lainnya. Kebakaran jenis ini sering terjadi di hutan-hutan di gunung-gunung yang sering dikunjungi pecinta alam (pendaki gunung) di pulau Jawa seperti kebakaran hutan digunung sindoro pada september 2015.
Kebakaran hutan berdamapak kegundulan hutan yang bisa menyebabkan tanah longsor dan banjir menerjang yang di karenakan kegundulan hutan.
Kebakaran hutan selalu membawa kerusakan besar bagi lingkungan, ekosistem alam, dan korban manusia. Kerusakan lingkungan, misalnya kekeringan karena berkurangnya sumber daya air, pencemaran udara, dan emisi gas CO2 ke atnosfer yang menyebabkan hujan asam. Kerusakan ekosistem alam, misalnya musnahnya satwa dan tumbuhan yang hidup didalam hutan. Kadangkala terjadi korban jiwa karena terinfeksi di saluran pernapasan dan biasanya terkena kanker paru-paru terutama untuk yang berusia lanjut dan anak-anak yang menghirup udara yang sudah terkontamisai oleh asap kebakaran hutan.
Dengan kesadaran pribadi, kita harus menjaga hutan agar tidak terjadi kebakaran. Kita bisa mencegah kebakaran hutan dengan cara tidak membuang barang yang mudah terbakar di hutan (putung rokok), tidak membakar hutan untuk pembukaan lahan dan segera mematikan api yang sudah tidak dipakai lagi. Dengan begitu kita telah ikut berpartisipsi melestarikan hutan.
Dengan kesadaran pribadi, kita harus menjaga hutan agar tidak terjadi kebakaran. Kita bisa mencegah kebakaran hutan dengan cara tidak membuang barang yang mudah terbakar di hutan (putung rokok), tidak membakar hutan untuk pembukaan lahan dan segera mematikan api yang sudah tidak dipakai lagi. Dengan begitu kita telah ikut berpartisipsi melestarikan hutan.
Penjelasan
Paragraf pertama tersebut merupakan bagian identifikasi fenomena atau pernyataan umum.
Paragraf kedua sampai dengan kelima merupakan bagian penggambaran rangkaian kejadian atau deretan penjelas. Paragraf keenam merupakan bagian ulasan atau iterpretasi.
3. Menelaah Ciri Kebahasaan Teks Eksplanasi
Kaidah kebahasaan teks eksplanasi antara lain sebagai berikut.
a. Banyak menggunakan kata yang bermakna denotatif.
b.. Banyak menggunakan konjungsi kausalitas ataupun kronologis.
b.. Banyak menggunakan konjungsi kausalitas ataupun kronologis.
1) Konjungsi kausaltias, antara lain, sebab, karena, oleh sebab itu, oleh karena itu, sehingga.2) Konjungsi koronologis (hubungan waktu), seperti kemudian, lalu, setelah itu, pada akhirnya.
c. Banyak menggunakan keterangan waktu pada kalimat-kalimatnya.
Berikut contohnya.
Pada bulan keempat, muka telah kian tampak seperti manusia. Dalam bulan kelima rambut-rambut mulai tumbuh pada kepala. Selama bulan keenam, alis dan bulu mata timbul. Setelah tujuh bulan, fetus mirip kulit orangtua dengan kulit merah berkeriput. Selama bulan kedelapan dan kesembilan, lemak ditimbun di bawah kulit sehingga perlahan-lahan menghilangkan sebagian keriput pada kulit. Kaki membulat. Kuku keluar pada ujung-ujung jari. Rambut asli rontok dan terus menjadi sempurna dan siap dilahirkan.
Berikut contohnya.
Pada bulan keempat, muka telah kian tampak seperti manusia. Dalam bulan kelima rambut-rambut mulai tumbuh pada kepala. Selama bulan keenam, alis dan bulu mata timbul. Setelah tujuh bulan, fetus mirip kulit orangtua dengan kulit merah berkeriput. Selama bulan kedelapan dan kesembilan, lemak ditimbun di bawah kulit sehingga perlahan-lahan menghilangkan sebagian keriput pada kulit. Kaki membulat. Kuku keluar pada ujung-ujung jari. Rambut asli rontok dan terus menjadi sempurna dan siap dilahirkan.
d. Banyak menggunakan kata ganti benda, baik konkret ataupun abstrak, seperti demonstrasi, banjir, gerhana, embrio, kesenian daerah; dan bukan kata ganti orang, seperti ia, dia, mereka. Oleh karena objek yang dijelaskannya itu berupa fenomena, tidak berbentuk personal (nonhuman participation),
e. Banyak menggunakan kata kerja pasif. Seperti kata terlihat, terbagi, terwujud, terakhir, dimulai, ditimbun, dan dilahirkan.
f. Banyak menggunakan kata teknis atau peristilahan, sesuai dengan topik yang dibahasnya. Apabila topiknya tentang kelahiran, istilah-istilah biologi yang muncul. Demikian pula apabila topiknya tentang kesenian daerah, istilah-istilah budaya yang banyak digunakan. Apabila topiknya tentang fenomena kebaikan BBM, maka istilah ekonomi dan sosial yang akan banyak muncul.
4. Menulis Teks Eksplanasi Berdasarkan Struktur dan Kebahasaan
Hal penting yang perlu mendapat perhatian utama dalam menyusun teks eksplanasi adalah
bahwa teks eksplanasi merupakan teks yang menjelaskan proses terjadinya suatu fenomena, baik
itu berkenaan dengan alam, budaya, ataupun sosial. Adapun pengembangannya bisa berpola
kronologis ataupun kausalitas.
Teks eksplanasi tergolong ke dalam genre faktual. Oleh karena itu, topik-topik yang dipilih haruslah berupa topik yang dapat memperluas wawasan ataupun pengetahuan pembacanya
tentang suatu proses. Adapun yang dimaksud dengan proses merupakan suatu urutan dari suatu
kejadian atau peristiwa. Paparannya harus berdasarkan fakta ataupun pendapat-pendapat yang
benar; bukan hasil imajinasi, rekaan, ataupun sesuatu yang bersifat fiktif.
Hal lain yang harus diperhatikan di dalam penulisan teks eksplanasi adalah hubungan
antarbagiannya yang berupa peristiwa. Pola hubungan antarperistiwa itu disusun dalam bentuk
kronologis ataupun sebab akibat. Bentuknya dinyatakan dengan konjungsi yang digunakannya
sebagai berikut.
a. Hubungan kronologis: kemudian, sebelumnya, sesudahnya, lalu, bahkan, selanjutnya,
akhirnya.b. Hubungan sebab akibat: sebab itu, oleh karena.Untuk menyusun kedua pola itu, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1) Penulis harus mengetahui perincian-perincian secara menyeluruh.
2) Penulis harus membagi proses tersebut atas tahap-tahap kejadiannya.
3) Penulis menjelaskan setiap urutan itu ke dalam detail-detail yang tegas sehingga pembaca
dapat melihat seluruh proses itu dengan jelas (Kosasih, 2014: 191)
bahwa teks eksplanasi merupakan teks yang menjelaskan proses terjadinya suatu fenomena, baik
itu berkenaan dengan alam, budaya, ataupun sosial. Adapun pengembangannya bisa berpola
kronologis ataupun kausalitas.
Teks eksplanasi tergolong ke dalam genre faktual. Oleh karena itu, topik-topik yang dipilih haruslah berupa topik yang dapat memperluas wawasan ataupun pengetahuan pembacanya
tentang suatu proses. Adapun yang dimaksud dengan proses merupakan suatu urutan dari suatu
kejadian atau peristiwa. Paparannya harus berdasarkan fakta ataupun pendapat-pendapat yang
benar; bukan hasil imajinasi, rekaan, ataupun sesuatu yang bersifat fiktif.
Hal lain yang harus diperhatikan di dalam penulisan teks eksplanasi adalah hubungan
antarbagiannya yang berupa peristiwa. Pola hubungan antarperistiwa itu disusun dalam bentuk
kronologis ataupun sebab akibat. Bentuknya dinyatakan dengan konjungsi yang digunakannya
sebagai berikut.
a. Hubungan kronologis: kemudian, sebelumnya, sesudahnya, lalu, bahkan, selanjutnya,
akhirnya.b. Hubungan sebab akibat: sebab itu, oleh karena.Untuk menyusun kedua pola itu, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1) Penulis harus mengetahui perincian-perincian secara menyeluruh.
2) Penulis harus membagi proses tersebut atas tahap-tahap kejadiannya.
3) Penulis menjelaskan setiap urutan itu ke dalam detail-detail yang tegas sehingga pembaca
dapat melihat seluruh proses itu dengan jelas (Kosasih, 2014: 191)
Adapun langkah-langkah penyususannya adalah sebagai berikut.
a. Menentukan satu fenomena peristiwa alam atau sosial budaya
Misalnya, peristiwa alam gempa bumib. Mendafar topik- topik yang dapat dikembangkan menjadi teks eksplanasi
Contoh:
1) pengertian gempa bumi
2) proses terjadinya gempa bumi
3) akibat gempa bumi
4) penyebab gempa bumi
5) gempa bumi vulkanik dan tektonik
6) waktu terjadinya gempa
7) daerah yang terkena gempa
Contoh:
1) pengertian gempa bumi
2) proses terjadinya gempa bumi
3) akibat gempa bumi
4) penyebab gempa bumi
5) gempa bumi vulkanik dan tektonik
6) waktu terjadinya gempa
7) daerah yang terkena gempa
8) yang harus dilakukan untuk menghadapi gempa bumi
9) yang harus dilakukan saat terjadinya gempa
c. Menyusun kerangka teks, yakni dengan menomori topik-topik itu sesuai dengan struktur baku dari teks ekspalanasi, yang paragraf-paragrafnya dapat disusun secara kausalitas atau kronologis.
Dalam tahap ini, dapat saja membuat topik yang kita anggap tidak sesuai atau menggantinya dengan topik yang lain.
Struktur Teks eksplanasi | Topik-Topik |
1) Identifkasi fenomena | a) pengertian gempa bumi b) daerah/tempat terjadinya gempa. c) macam gempa bumi |
2) Proses kejadian | a) proses terjadinya gempa tektonik b) proses terjadinya gempa vulkanik c) akibat gempa |
3) Ulasan | a) simpulan waktu terjadinya gempa b) tindakan persiapan menghadapi gempa c) tindakan saat terjadi gempa |
Adapun pengembangan paragrafnya, kita dapat menyusun kerangka seperti berikut.
Contoh:
Contoh:
1. pengertian gempa bumi
2. daerah/tempat terjadinya gempa.
3. macam gempa bumi
4. proses terjadinya gempa tektonik
5. proses terjadinya gempa vulkanik
6. akibat gempa
7. simpulan waktu terjadinya gempa
8. tindakan persiapan menghadapi gempa
9. tindakan saat terjadi gempa.
d. Pengumpulan data
Dalam hal ini kita bisa melakukannya dengan membaca berbagai referensi, melakukan observasi, dan wawancara.
e. Mengembangkan kerangka yang telah disusun menjadi teks eksplanasi yang lengkap dan utuh, dengan memperhatikan struktur bakunya: identifkasi fenomena, proses kejadian, dan ulasan. Dalam tahap ini kita harus menjadikan topik-topik itu menjadi kalimat yang jelas. Kita pun dapat saja membuat kalimat yang fungsinya sebagai pengikat, seperti konjungsi-konjungsi yang biasa digunakan dalam teks eksplanasi, sehingga kalimat-kalimat itu terjalin secara lebih kompak dan padu.
Berikut contoh pengembangan paragraf untuk teks eksplanasi.
Berikut contoh pengembangan paragraf untuk teks eksplanasi.
Gempa Bumi
Gempa bumi adalah getaran atau goncangan yang terjadi karena pergerakan lapisan batu bumi yang berasal dari dasar atau bawah permukaan bumi. Peristiwa alam itu sering terjadi di daerah yang berada dekat dengan gunung berapi dan juga di daerah yang dikelilingi lautan luas.
Berdasarkan penyebab terjadinya, gempa bumi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu gempa tektonik dan gempa vulkanik. Gempa tektonik terjadi karena lapisan kerak bumi menjadi genting atau lunak sehingga mengalami pergerakan. Teori “Tektonik Plate” berisi penjelasan bahwa bumi kita ini terdiri atas beberapa lapisan batuan. Sebagian besar daerah lapisan kerak ini akan hanyut dan mengapung di lapisan, seperti halnya salju. Lapisan ini bergerak sangat perlahan sehingga terpecah-pecah dan bertabrakan satu dengan yang lain, itulah sebabnya mengapa gempa bumi terjadi. Sementara itu, gempa bumi vulkanik terjadi karena adanya letusan gunung berapi yang sangat dahsyat. Sehingga tanah di sekitar gunung bergetar bahkan getarannya sampai terasa jauh, hal itu menjadi sebab gempa vulkanik. Gempa vulkanik ini lebih jarang terjadi jika dibandingkan dengan gempa tektonik.
Peristiwa gempa bumi yang terjadi begitu cepat dapat menimbulkan dampak yang sangat luar biasa. Getaran gempa bumi sangat kuat dan merambat ke segala arah sehingga dapat menghancurkan bangunan dan menimbulkan korban jiwa.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gempa dapat terjadi kapan saja, tanpa mengenal musim. Mesikpun demikian, konsentrasi gempa cenderung terjadi di tempat-tempat tertentu saja, seperti pada batas Plat Pasifik. Tempat ini dikenal dengan lingkaran api karena banyaknya gunung berapi. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh individu/masyarakat sebelum terjadi gempa adalah mengetahui jalan yang paling aman untuk meninggalkan rumah jika terjadi gempa. Sedangkan saat terjadi gempa adalah menjauhi jendela kaca, kompor atau peralatan rumah tangga yang mungkin akan jatuh.
f. Menyunting teks eksplanasi yang ditulis teman. Tujuannya untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan yang mungkin ada dalam teks itu, misalnya berkenaan dengan
1) isi teks,
2) struktur,
3) kaidah kebahasaan, dan
4) ejaan/tanda bacanya.
1) isi teks,
2) struktur,
3) kaidah kebahasaan, dan
4) ejaan/tanda bacanya.
Rujukan
Kosasih, E. 2014. Jenis-Jenis Teks dalam Mata Pelajaran Bahasa Indoneisa SMA/MA/SMK. Bandung: Yrama Widya
Suherli, dkk. 2017. Buku Siswa Bahasa Indonesia Kelas XI Revisi Tahun 2017. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Suherli, dkk. Buku Guru Bahasa Indonesia Kelas XI Revisi Tahun 2017. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar