Makalah Tentang Aplikasi Therapy

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak lepas dari sikap membutuhkan orang lain. Hal ini didukung pula oleh adanya masalah yang melingkupi tiap insan sesuai fitrahnya.  Seringkali ia membutuhkan pendengar yang baik atau tempat share (konsultasi) ketika mengalami masalah yang belm dapat terselesaikan olehnya sendiri.
Oleh karena itu terbentuklah suatu kerjasama antara konselor, yaitu sebutan untuk pendengar atau penasehat dan akan membantu orang yang tengah menghadapi masalah yang selanjutnya disebut klien.
Bentuk penyelesaian masalah tiap klien tentunya berbeda-beda sesuai dengan permasalahan yang mereka alami. Untuk itu, tiap konselor memiliki beragam teknik pendekatan konseling dalam rangka penyelesaian masalah klien mereka. Pendekatan-pendekatan tersebut terangkai dalam makalah yang akan dibahas oleh kami dalam makalah ini.

B.     Rumusan Masalah
Beberapa rumusan masalah berkaitan dengan pembuatan makalah ini yaitu:
1.      Apa yang  mendasari terbentuknya beragam teknik pendekatan konseling?
2.      Apa konsep dasar dari masing-masing teknik pendekatan konseling?
3.      Apa makna dan tujuan konseling dari masing-masing teknik?
4.      Bagaimana bentuk aplikasi dari masing-masing teknik tersebut?
5.      Apa kekurangan dan kelebihan yang terdapat dalam teknik-teknik?




C.    Tujuan
Beberapa tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1.      Mengetahui filsafat yang mendasari terbentuknya beragam teknik pendekatan konseling.
2.      Mengetahui konsep dasar dari masing-masing teknik pendekatan konseling
3.      Mengetahui makna dan tujuan konseling.
4.      Mengetahui teknik-teknik yang sering digunakan oleh konselor untuk membantu mengatasi permasalahan kliennya.
5.      Mengetahui berbagai kekurangan dan kelebihan yang terdapat dalam teknik-teknik pendekatan konseling tersebut. 

BAB II
PEMBAHASAN
                                                                              
A.    TEORI KONSELING CLIENT-CENTERED
Teori ini muncul sebagai serangan terhadap konsep yang dikembangkan oleh pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud dan teori Behavioral yang memandang manusia lebih bersifat patalisme dan mekanisme. Tokoh utama teori Client-Centered ini adalah Carl Rogers. Teori ini memandang bahwa manusia memiliki pengalaman subjektifnya sendiri dan harus bersandar pada pengalaman yang realistis.
1.      Filsafat Dasar
Individu yang sadar, rsional dan baik mempunyai keinginan untuk menjadi orang  yang berfungsi sepenuhnya. Manusia memiliki suatu kecenderungan ke arah menjadi berfungsi penuh. Dalam konteks hubungan terapeutik, klien mengalami perasaan-perasaan yang sebelumnya telah diingkari. Klien mengaktualkan potensi dan bergerak kea rah mengaktualkan kesadran, spontanitas, kepercayaan kepada diri dan keterarahan.
2.      Konsep Dasar
      Pada dasarnya mnusia bersifat kooperatif dan konstruktif sehingga tidak perlu diadakan pengendalian terhadap dorongan-dorongan agresifnya. Manusia mampu mengetahui semua apa yang baik untuk dirinya tanpa pengaruh dari luar. Konsep-konsep kunci dalam teori ini yaitu:
a.       Client-centered didasari oleh munculnya konsep diri (self-concept), aktualisasi diri (self-actualization) teori kepribadian dan hakikat kecemasan,
b.      Klien mempunyai potensi untuk menyadari terhadap masalah dan memahami cara untuk mengatasinya serta mempunyai kapasitas untuk mengarahkan dirinya sendiri (self-direction)
c.       Kesehatan mental (mental-health) merupakan kesesuaian (congruensi) dari jati diri yang ideal (ideal-self) dengan jati diri yang nyata (actual-self)



3.      Makna dan Tujuan
Makna dan tujuan teori ini adalah untuk menciptakan iklim yang kondusif dan menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi diri, bagi usaha membantu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh.
Untuk mencapai tujuan tersebut, terapis perlu mengusahakan agar klien dapat memahami hal-hal yang ada di balik topeng yang dikenakannya, yaitu:
a.       Menciptakan kondisi yang konektif untuk dapat memaksimalkan kesadaran diri (self- awarness) dan pertumbuhan.
b.      Mereduksi berbagai hambatan terhdap aktualisasi potensi diri serta membantu klien untuk menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dengan kesadaran diri yang harus juga membantunya agar bebas dan bertanggungjawab atas arah dan kehidupannya.
4.      Proses dan Teknik Konseling
Pendekatan client-centered bukan merupakan suatu pendekatan yang tetap dan tuntas. Ia mengharapkan orang lain akan memandang teorinya sebagai sekumpulan prinsip percobaan yang berkaitan dengan proses terapi. Pendekatan client-centered sanagt menekankan pada dunia fenomenal klien. Dengan teknik empati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami klien dari perspektif dunia klien. Secara umum teori client centered membangun terbinanya hubungan yang hangat dan akrab antara konselor dank lien. Konselor perlu menciptakan suasana kebebasan,  kenyamanan, dan terlepas dari penilaian hubungan tertentu.
5.      Aplikasi Teori Konseling Client-Centered
Teori client centered ini telah banyak memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan teori-teori selanjutnya yang sangat menghargai dan memahami berbagai dimensi kemanusiaan. Teori yang dikembangkan Carl Rogers ini secara historis merupakan teori pertama yang menyentuh dimensi emosional dan rasional manusia. Karena orientasinya yang sangat komprehensif, berkaitan dengan dimensi emosional, rasional dan afektif, maka teori konseling Client-Centered ini dapat diaplikasikan pada berbagai lingkungan seperti pendidikan formal, informal, perusahaan, dan industry yang dapat dilaksanakan dalam bentuk layanan kelompok, individual, keluarga, dan remaja.
Sejalan dengan teori client-centered yang menekankan bahwa dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi klien sangat ditentukan oleh klien yang bersangkutan, sedang seorang konselor hanya bersifat fasilitator dan dapat dijadikan dasar/ pedoman dalam menanggulangi gejala-gejala penyimpangan remaja tersebut.
6.      Keterbatasan Teori Konseling Client-Centered
a). Kekurangan teori ini yaitu:
● Terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan, serta melupakan faktor intelekfaktor intelek, kognitif, dan rasional.
●    Pengguanaan informasi untuk membantu klien tidak sesuai dengan teori
●    Tujuan untuk klien (memaksimalkan diri) masih terlalu luas cakupannya hingga sulit untuk melakukan penilaian terhadap setiap individu
●    Sulit bagi konselor untuk benar-benar bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal
●    Meski diakui efektif, teori ini tidak memiliki bukti-bukti yang sistematik dan lengkap berkaitan dengan tanggungjawab klien yang kecil.
b). Kelebihan dari teori ini diantaranya yaitu:
○    Lebih berorientasi pada pemusatan klien dan bukan pada konselor
○    Lebih menekankan emosi, parasaan, dan afektif dalam proses konseling
○    Lebih menekankan pada identifikasi dan penekanan hubungan konseling sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian
○    Proses lebih menekankan pada sikap konselor daripada teknik
○    Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif

B. TEORI KONSELING BEHAVIORAL
Teori konseling behavioral lebih memusatkan diri pada pengubahan perilaku nyata. Perilaku manusia yang tidak tepat (salrah) dapat dilatih dan dikontrol serta dimanipulasi sesuai harapan. Tokoh utama teori ini adalah D. Krumboltz, Hosford, Bandura dan Wolpe.
1.      Filsafat Dasar
            Dalam pandangan teori ini, manusia adalah yang memprodusir dan produk dari lungkungannya (Bandura, 1986). Sedang Surya (1988) menyatakan bahwa teori ini memandang bahwa lingkungan memberi pengaruh cukup kuat pada diri individu dan sangat sedikit berperan dalam menentukan dirinya. Teori ini menolak pendapat bahwa perilaku manusia merupkan dorongan dasar (seperti yang telah dijelaskan Freud). Karena menurut teori konseling behavioral, perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar.
2.      Konsep Dasar
            Konsep teori behavioral menurut Moh. Surya (1988) yaitu:
·         Perilaku manusia dapat dipahami karena dapat diubah, dan masalah klien dianggap masalah belajar dalam proses belajar yang salah.
·         Perubahan spesifik terhadap lingkungan pribadi dapat menolong perubahan perilaku yang relevan.
·         Prosedur konseling dapat dikembangkan melalui prinsip-prinsip belajar (missal: reinforcemen dan social-modeling).
·         Perubahan perilaku klien diluar wawancara adalah indikator keefektifan (hasil konseling).
·         Pada hakikatnya, konseling behavioral proses logis berdasarkan prinsip-prinsip belajar.
·         Prosedur konseling tidak statis, tetapi secara khusus dirancang untuk membantu klien mengatasi masalahnya.
3.      Maksud dan Tujuan Konseling
            Makna dan tujuan teori konseling ini pada hakikatnya tidak sama untuk setiap klien, tetapi disesuaikan dengan masalah yang dihadapinya. Secara umum,  tujuan konseling behavioral adalah untuk membantu klien memperbaiki pola perilaku salah, belajar membuat keputusan, dan mencegah timbulnya berbagai masalah.
4.      Proses dan Teknik Konseling
Proses dan langkah-langkah yang dapat ditempuh teori behavioristik ini yaitu:
1). Menganalis dan merumuskan masalah klien dalam bentuk unit tingkah laku maladaptif
2). Merumuskan tujuan-tujuan khusus dalam rangka mengubah perilaku dengan menerapkan teknik yang tepat
            Konseling behavioristik merupakan proses pembelajaran klien untuk memperoleh pola-pola perilaku poitif dalam memecahkan berbagai masalah interpersonal, emosional, maupun psikologis. serta dalam mengambil keputusan-keputusan tertentu, harus ada peranan antara klien dan konselor serta menyadari situasi belajar yang dijalaninya.
            Adapun teknik-teknik konseling (Surya, 1988) yang biasa dilakukan antara lain: desentisasi model, restrukturing kognitif, penghentian pikiran, latihan ketegasan, latihan keterampilan social, program manajemen diri, pengulangan perilaku, latihan khusus, teknik terapi multimodal, dan tugas-tugas pekerjaan rumah.
5.      Aplikasi Teori Konseling Behavioral
Dalam proses konselingnya, Konseling Behavioristik lebih mudah diaplikasikan karena lebih rinci dan sisitematis, hasil mudah diukur dan dirumuskan dalam perilaku nyata, serta memiliki beragam variasi teknik sehingga banyak alternatif untuk berbagai masalah yang dihadapinya.
Dalam aplikasinya, teori ini dapat diterapkan dalam berbagai setting, diantaranya terapi individu dan kelompok, institusi pendidikan, dan situasi-situasi belajar lainnya. Sebagai terapi yang berpendekatan pragmatis, teori ini berladaskan kesahihan eksperimental atas hasil-hasil.
Salah satu prinsip behavioral yaitu menekankan proses tingkah laku individu yang dimanipulasi melalui belajar. Untuk itu, seorang konselor harus menempatkannya ke dalam posisi perilaku yang dapat diubah melalui penciptaan kondisi seseorang yang kondusif (factor lingkungan sangat berpengaruh). Namun, pandangan optimistik terhadap lingkungan, tidak sealu dianggap sebagai satu-satunya cara penyelesaian masalah, karena pada kenyataanya, faktor lingkungan memiliki keterbatasan yaitu hanya mengantarkan konselor dalam kondisi pemecahan masalah yang bersifat instrumen (suplementer).

6.      Keterbatasan Teori Konseling Behavioral
a). Kekurangan dari teori ini yaitu:
·         Konseling behavioral bersifat dingin, kurang menyentuh aspek pribadi, bersifat manipulatif, dan mengabakan hubungan antar pribadi.
·         Lebih terkonsentrasi kepada teknik.
·         Meskipun sering menyatakan persetujuan kepada tujuan klien, konselor teteap menjadi penentu tujuan tersebut.
·         Konstruk belajar yang dikembangkan dan digunakan oleh konselor behavioral tidak cukup komprehensif untuk menjelaskan belajar dan harus dipandang hanya sebagai suatu hipotesis yang harus di tes.
·         Perubahan klien hanya berupa gejala yang dapat berpindah kepada bentuk perilaku yang lain.
b). Kelebihan dari teori ini yaitu:
§  Teori ini lebih mudah diaplikasikan karena rinci dan sistematis.
§  Lebih memberikan ilustrasi bagaimana mengatasi keterbatasan lingkungan.
§  Hasilnya mudah diukur dan dirumuskan dalam perilaku nyata.
§  Penekanan dipusatkan pada perilaku sekarang dan bukan pada perilaku yang terjadi di masa lalu.
§  Memiliki teknik beragam sehingga banyak alternatif untuk berbagai masalah yang dihadapi.

C. TEORI  KONSELING EKSISTENSIAL
Teori Eksistensial berkembang  sebagai reaksi  melawan psikoanalisis dan behaviorisme  yang  di  anggap tidak berlaku adil dalam mempelajari manusia. Teori ini sangat menekankan implikasi-implikasi falsafah hiidup dalam menghayati makna kehidupan manusia  di dunia ini. Tokoh-tokoh atau promotor yang berpengaruh dalam  konseling eksistensial adalah Rollo  May, Victor E. Frankl dan Adrian Van Kaam.
1.      Filsafat Dasar
Teori terapi  Eksistensial dalam prosesnya berlandaskan pada konsep dan asumsi tentang  manusia itu  memliki kesadaran diri, bebas dan bertanggung jawab. Ia mampu menemukan jati diri dan  membangun hubungan yang signifikan dengan orang  lain. Kecemasan itu merupakan suatu unsur dasar, pencarian  makna yang unik di dalam dunia yang  bermakna, menyendiri tapi berada  dalam hubungan dengan orang lain, keterbatasan  dan kematian serta kecenderungan mengaktualkandiri.
2.      Konsep Dasar
Teori  konseling ini  memfokuskan pada kondisi-kondisi Kepribadian  yang berkembang unik sesuai dengan  masing-masing individu. Kesadaran diri berkembang  sejak  bayi dan kecenderungan diri kearah  pertumbuhan merupakan  ide-ide sentral. Psikopatologi  merupakan  akibat  dari kegagalan dalam mengaktuakan  potensi. Teori ini berfokus pada  saat  ini dan berorienntasi pada  masa depan  serta lebih  menekankan pada kesadaran  dan  pemahaman  diri sebelum  bertindak.
3.      Makna dan  Tujuan Konseling
Makna dan  Tujuan Konseling  Eksistensial adalah membantu klien  untuk menemukan dan  menggunakan kebebasan  memilih dengan memperluas kesadaran  diri serta membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah  kehidupannya  sendiri. Sedangkan tujuannya merupakan proses untuk menolong  individu agar individu mengetahui dan menjadi sadar, menciptakan situasi dan kondisi untuk memaksimalkan  kesadaran dan pertumbuhan diri.
4.       Proses dan Teknik Konseling
Berbeda dengan teori lainnya, teori konseling eksistensial tidak mempunyai teknik yang spesifik, karena  teori ini lebih  mengutamakan pemahaman klien terhadap dirinya sendiri. Akan tetapi  konselor dapat menjamin teknik-teknik  dari pendekatan lain.  Diagnosis  dan pengetesan dipandang tidak terlalu penting, tapi yang pertama  konselor harus mempunyai empati yang  tinggi. Artinya hubungan  yang hangat dan terbuka antara konselor dan  klien sangat penting.

5.       Apllikasi Teori Konseling Eksistensial
Model pendekatan teori konseling eksistensial inii dapat diterapkaan baik bagi konseling individual maupun kelompok,  juga dapat  diaplikasikan untuk menangani anak-anak  dan remaja, serta dapat  di intregasikan dalam  bentuk prktek-praktek di lembaga  pendidikan formal. Dalam teori eksistensialistis, kunci yang paling menentukan di dalam memecahkan masalah tersebut adalah tetap kembali kepada  subjek individu  (remaja) itu sendiri,  karena potensialitas  diri anak merupakan faktor penentu merupakan faktor terjadinya prilaku individu. Konselor hanya sebagai pemberi intervensi dalam membimbing dan mengarahkan klien.
6.      Keterbatasan Teori Konseling Eksistensial
a)      Kekurangan
1.       Teori ini terlalu menekankan pada kesadaran dan pemahaman diri sebelum bertindak.
2.      Teori konseling eksistensial tidak mempunyai teknik yang spesifik, dan lebih mengutamakan klien terhadap dirinya sendiri.
b)     Kelebihan
1.      Teori ini lebih memfokuskan terhadap kebutuhan akan pendekatan subjektif yang berazaskan pada suatu pandangan yang komprehensif mengenai eksistensi  manusia.
2.      Lebih mengorientasikan pada perlunya suatu  pernyataan filosofis menngenai apa arti sesungguhnya terjadi diri pribadi.
3.      Terciptanya hubungan yang hangat dan terbuka antara konselor dan klien. Sehingga melalui  proses antar  pribadi  ini, klien semakin menyadari kemamppuannya untuk  mengatur dan menentukan arah hidupnya sendiri secara  bebas dan bertanggung jawab.

D.     TEORI TERAPI  RASIONAL EMOTIF
            Teori  terapi rasional emotif secara konseptual menitikberatkan pada proses berfikir, menilai, memutuskan, menganalisis dan bertindak. Teori ini di kembangkan oleh Albert Ellis, dan pendekatan atau teori ini kelihatannya  sangat mempprihatinkan dimensi didaktik  dan bersifat direktif dan banyak berorientasi pada dimensi pikiran.

1.       Filsafat Dasar
Manusia mempunyai kecenderungan –kecenderungan yang bersifat bertolak belakang. Manusia memiliki kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berfikir, mencintai, bergabbung  dengan orang lain serta tumbuh mengaktualisasikan diri. Manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berfikir, rasional dan jujur maupun untuk berfikir irrasional  dan jahat. Maka manusia juga memiliki kecenderungan kearah penghancuran diri, perfeksionisme dan mencela diri, menghindari penggunnaan pemikiran, takhayul, dan tidak toleran.
2.       Konsep kunci
Sistem keyakinan adalah penyebab masalah-masalah emosional. Oleh karenanya klien ditantang untuk menguji kesahihan keyakinannya untuk memperbaiki pola-pola yang di fungsional itu, manusia harus menggunakan metode-metode perseptual kognitif, emotif evokatif, dan behavioristik-reeduktif.  Terapi ini menekankan bahwa manusia berfikir, beremosi dan bertindak secara simultan.

3.      Makna dan tujuan konseling
Makna dan tujuan terapi rasional emotif adalah meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih rasional, realistik dan toleran. Teori ini tidak hanya diarahkan pada penghapusan gejala, tetapi juga untuk mendorong klien agar menguji secara kritis nilai-nilai dirinya secara mendasar, membantu mereka untuk memperoleh keyakinan yang benar berkenaan dengan  minat diri, minat sosia dan pengaturan diri. Teori ini mendorong suatu re-evaluasi filosofis dan idiologis berdasarkan asumsi bahwa masalah-masalah manusia berakar secara filosofis.
4.      Proses dan konsep konseling
Teknik-teknik konseling dirancang untuk melibatkan klien kedalam evaluasi kritis atas filsafat hidupnya. Diagnosis yang spesifik di buat. Dengan terapis menafsirkan, betanya, menggali, menantang, dan menngkonfronmasikan klien. Pendekatan ini menggunakan prosedur yang beragam seperti mengajar, membaca, pekerjaan rumah dan penerapan metode ilmiyah secara logis dengan memperhatikan proses dan bentuk pemecahan masalahnya.
Menurut Albert Ellis, teknik yang di gunakan dalam RET ini lebih bersifat elektf sesuai dengan karakter permasalahan yang cukup bervariasi, sebagaimana memiliki pengalaman hidup yang cukup berarti, belajar tentang pengalaman-pengalaman orang lain, dan memasuki hubungan degan terapis.
5.      Kontribusi dan aplikasinya
Kontribusi utama dalam teori ini adalah penekanannya pada keharusan praktek dan bertindak menuju perubahan tingkah laku masalah.  Pendekatan ini menekankan pentingnya pemikiran sebagai dasar dari gangguan-gangguan pribadi. Terapi Rasional Emotif lebih  efektif dalam menangani para klien  yang tidak terganggu secara serius atau para klien yang memiliki hanya suatu gejala utama. Tipe-tipe klien yang ditangani dengan prosedur-prosedur teori ini adalah mencakup klien yang mempunyai  tingkat kecemasan yang moderat, gangguan  Kepribadian neurotik dan masalah perkawinan.BAB III
PENUTUP

A Kesimpulan
            Berdasarkan hasil pembahasan isi makalah dan diskusi yang telah dilakukan, maka dapat kami tarik beberapa kesimpulan berikut ini:
1.      Menurut teori Client-Centered, anusia memiliki pengalaman subjektif  sendiri dan realistis.
2.      Menurut teori Behavioral, pengubahan perilaku nyata dapat dilakukan sesuai harapan.
3.      Teori Eksistensial lebih menonjolkan implikasi-implikasi yang berkaitan dengan falsafah hidup .
4.      Teori Terapi Rational Emotif cenderung berhubungan tentang tahapan-tahapan dalam melakukan suatu hal, seperti berfikir, menilai, memutuskan, menganalisis, dan bertindak.
DAFTAR PUSTAKA

Masdudi. 2011. Bimbingan dan Konseling Perspektif Sekolah. Cirebon: at-Tarbiyah Press.
Tentang:

Share:


Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar