PKn Sebagai Pendidikan Demokrasi

PKn Sebagai Pendidikan Demokrasi

Munculnya gelombang reformasi diakhir dekade 1990an dalam konteks Indonesia, juga membawa harapan baru dalam perkembangan demokrasi dan perwujudan masyarakat madani di Indonesia selain menyisakan persoalan patologi sosial pada masa transisi yang belum terselesaikan. Dalam membangun masyrakat madani yang kokoh terutama pada masa transisi menuju masyarakat demokrasi, muncul patologi sosial akibat euphoria politik, maka demokrasi dan masyarakat madani tidak hanya perlu diperjuangkan, tetapi lebih dari itu harus disemaikan, ditanam, dipupuk dan dibesarkan melalui upaya-upaya terencana, teratur dan terarah pada seluruh lapisan masyarakat, jika tidak pohon demokrasi dan masyarakat madani yang sudah tumbuh bersama gelombang besar demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Civil Society berbagai belahan dunia akan layu dan mati sebelum berurat dan berakar (Majelis Dikti Litbang PP Muhamadiyah,2002:i) Indonesia baru yang kita idamkan adalah Indonesia yang demokratis dan berkeadaban yang sanggup membawa kita meraih keunggulan atau bahkan kejayaan dimelenium ketiga, karena itulah kita harus menyadari berbagai perubahan yang megirinnginya (Muhaimin, 2002:11)

Perkembangan Indonesia menuju demokrasi dalam kurun waktu terakhir ini agaknya tidak mungkin lagi dimundurkan (point of return). Perubahan Indonesia menuju demokrasi jelas sangat dramatis dan Indonesia mulai disebut-sebut sebagai salah satu demokrasi terbesar. perubahan demokrasi tidak bisa lain mengikuti kecendrungan pertumbuhan dramatis demokrasi pada tingkat internasional secara keseluruhan (Azra, 2002:8).

Demokrasi sejati memerlukan sikap dan perilaku hidup demokratis masyarakatnya. demokrasi ternyata memerlukan syarat hidupnya yaitu warganegara yang memiliki dan menegakkan nilai-nilai demokrasi, tersedianya kondisi ini membutuhkan waktu lama, berat dan sulit. Oleh karena itu, secara substansif berdimensi jangka panjang guna mewujudkan masyarakat demokratis diperlukan adanya pendidikan demokrasi.

Pendidikan demkorasi pada hakekatnya adalah sosialisasi nilai-nilai demokrasi yang bisa diterima dan dijalankan oleh warganegara. Pendidikan demokrasi bertujuan mesyarakat berperilaku dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kepada generasi muda akan pengetahuan, kesadaran dan nilai-nilai demokrasi, dimana pengetahuan dan kesadaran akan nilai demokrasi itu meliputi tiga hal. Pertama, kesadaran bahwa demokrasi adalah pola kehidupan yang paling menjamin hak-hak masyarakat itu sendiri, demokrasi adalah pilihan terbaik diantara yang buruk dalam pola hidup bernegara. Kedua, demokrasi adalah sebuah learning process yang lama dan tidak hanya meniru dari masyarakat lain. Ketiga, kelagsungan demokrasi tergantung pada keberhasilan menstranformasikan nilai-nilai demokrasi pada masyarakat (Zamroni, 2001).

Suatu hal yang sangat penting dalam pendidikan demokrasi di sekolah adalah mengenai kurikulum pendidikan demokrasi. kurikulum pendidikan demokrasi menyangkut dual hal; penataan dan isi materi. Penataan menyangkut pemuatan pendidikan materi dalam suatu kegiatan kurikuler (mata pelajaran), isi materi berkaitan dengan kajian atau bahan apa sajakah yang layak dari pendidikan demokrasi. Dimana dalam hal ini pendidikan demokrasi di Indonesia dikamas dalam wujud Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Berdasarkan pengalaman selama ini, justru PKn sebagai pendidikan demokrasi masih kurang mendapatkan porsi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Apabila dewasa ini kita telah sepakat bahwa pendidikan demokrasi penting bagi penumbuhan civic culture untuk berbagai keberhasilan, pengembangan, dan pemelihararaan pemerintahan demokrasi maka PKn sebagai pendidikan demokrasi mutlak dijalankan dan diperluas di Indoneisa.

Menghadapi kondisi semacam ini berbagai kebijakan dukungan dan upaya untuk keberhasilan pendidikan demokrasi antara lain dalam bentuk 1) pesan-pesan cultural yang disosalisasikan secara terus smenerus dan intens yang berisi pesan-pesan toleransi, kebersamaan, kejujuran, anti kekerasan dana sebagainya dari individu atau kelompok khususnya bagi generasi baru, 2) kesempatan yang bagi generasi baru untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. 3) kebijakan yang memfasilitasi transisi generasi baru dari remaja ke masa dewasa (Zamroni, 2003:11).

Selanjutnya dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yag bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi wargangera yang demokratis serta bertanggungjawab.

Sejalan dengan hal tersebut maka untuk menjadikan warganegara yang berdemokratis dan bertanggungjawab adalah pendidikan demokrasi, dalam hal ini dikemas dalam Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Sesuai dengan pemikiran tersebut untuk itu isi materi PKn yang berkaitan secara langsung denga sosialisasi kehidupan demokrasi dapat terlihat dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran PKn pada kelas XI smester ganjil Sekolah Menengah Atas (SMA),

Berdasarkan SK dan KD tersebut di atas dapat diketahui bahwa PKn mengmban misi sebagai pendidikan demokrasi. namun berdasarkan praktik pendidikan selama ini PKn tidak hnya mengemban misi sebagai pendidikan demokrasi, tetapi antara lain;

1) PKn sebagai pendidikan kewarganegaraan dalam arti yang sesungguhnya Civic Educations. Berdasarkan hal ini PKn bertugas membina dan mengembangkan pengetahuan dan kemampuan peserta didik berkenaan dengan peranan, tugas, hak, kewajiban dan tangungjawab sebagai warga negara dalam berbagai aspek bernegara.

2) PKn sebagai pendidikan nilai dan karakter, dalam hal ini PKn bertugas membina dan mengambangkan nilai-nilai bangsa yang dianggap baik sehingga terbentuk warganegara yang berkarakter baik bagi bangsa yang bersangkutan.

3) PKn sebagai pendidikan bela negara. PKn bertugas membentuk peserta didik agar memiliki kesadaraan bela negara sehingga dapat diandalkan untuk menjaga kelagsungan hidup negara dari berbagai ancaman.

4) PKn sebagai pendidikan demokrasi (Politik). PKn mengemban tugas menyiapkan peserta didik menjadi warganegara yang demokratis untuk mendukung tegaknya demokrasi negara.


PKn Dalam Pembentukan Intellectual Citizenship

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan adalah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “Value-based education”. Konfigurasi atau kerangka sistemik PKn dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut :

1) PKn seara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warganegara yang berahlak mulia, cerdas, partisipatif dan bertanggungjawab.

2) PKn secara teoritik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide.

3) PKn secara programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang diusung nilai-nilai (content embedding values) dalam berbagai bentuk perilaku yang diwujudkan dalam kehidupan ehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warganegra dalam kehidupan bermasyarakat, berbaga dan bernegara ebagai enjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan mral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis dan bela Negara.

Dalam kurikulum Standar Nasional PKn untuk pendidikan dasar dan menengah di sebutkan bahwa visi PKn adalah mewujudkan proses pendidikan yang terarah pada pengembangan kemampuan individu sehingga menjadi warga negara yang cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab yang pada gilirannya mampu mendukung berkembangnya kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia yang cerdas dan berbudi pekerti luhur.

Sedangkan misi yang diemban mata pelajaran PKn sesuai dengan Kurikulum Standar Nasional PKn adalah sebagai berikut.
Memanfaatkan kenyataan dan kecenderungan masyarakat yang semakin transparan, tuntutan kendali mutu yang semakin mendesak dan proses demokratisasi yang semakin intens dan meluas sebagai konteks dan orientasi penddikan demokrasi
Memanfaatkan substansi berbagai displin ilmu yang relevan sebagai wahana pedagogis untuk menghasilkan dampak instruksional dan pengiringan berupa wawasan, disposisi, dan keterampilan kewqrganegaraan sehingga dihasilkan desain kurikulum yang bersifat interdisiplin.
Memanfaatkan berbagai konsep, prinsip, dan prosedur pembelajaran yang memungkinkan para peserta didik mampu belajar demokrasi dalam situasi yang demokratis dan untuk meningkatkan mutu kehidupan masyarakat yang demokratis.

Berdasarkan visi dan misi tersebut, PKn betujuan untuk mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia sehingga memiliki wawasan, disposisi, dan keterampilan kewarganegaraan yang memandai, yang memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai dimensi kehidupan bermasyarakat, berbagsa, dan bernegara Indonesa.

Kemudian dalam pembelajaran PKn yang perlu diorganisasikan antara lain sebagai berikut.
Tanggung jawab individu yang mencakup menghormati kehidupan umat manusia, menghormati hak orang lain, toleran, jujur, penuh pertimbangan, mwngedalikan diri, partisipai dalam proses demokrasi, dan bekerja untuk kepentingan umum.
Kemerdekaan individu untuk berpartisipasi dalam demokrasi, beribadah, berpikir, berkesadaran, berkumpul, berserikat, mengemukakan pikiran, dan menggali informasi.
Hak-hak individu yang mencakup hak hidup, kemerdekaan, harga diri, keamanan, persamaan keempatan, keadilan, privacy, dan pemilikan kekayaan
Kepercayaan mengenai kondisi masyarakat dan tanggung jawab pemeritah yang mencakup kebutuhan masyarakat akan hokum yang diterima secara umum, perlindungan terhadap minoritas, pemerintah yang dipilih oleh rakyat, pemerintah yang menghormati dan melindungi hak-hak individu dan kemerdekaan individu, pemerintah yang menjamin hak-hak sipil, dan pemerintah yang bekerja untuk kepentingan umum, (Udin saripudin, 1998).

Pengorganisasian konten kurikulum dan pembelajaran PKn yang demikian sangat dimungkinkan bahwa PKn akan dapat menjadikan siswa sebagai manusia Indonesia yang berkualitas dan punya watak atau kepribadian yang terpuj, seperti agamis atau religius, transparan, jujur, disiplin, percaya diri, tanggung jawab, sederhana, teguh, lugas, antisipatif, kritis, cepat tanggap atau peka, demokratis, modern, dan tetap menjaga kemajemukan masyarakat dan bangsa Indonesia.

Dengan kata lain, PKn mengemban misi untuk menjadikan para siswa sebagai warga negara Indonesia yang cerdas, demokratis, dan religius, yaitu mereka yang secara konsisten mau dan mampu melestarikan dan mengembangkan cita-cita demokrasi, serta secara bertanggung jawab berupaya membangun kehidupan bangsa yang cerdas.

Menurut Winataputra (1999: 11-13) figur para siswa yang demikian menunjukan harapan sebagai anggota masyarakat madani (civil society) dengan ciri-ciri sebagai beikut.

1) beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2) berpikir kritis-argumentatif dan kreatif.
3) mengemukakan pikian dan perasaan sacara jernih dan seuai aturan yang berlaku.
4) menerima kebhinnekatunggalikaan kehidupan.
5) beroganisai secara sadar dan bertanggung jawab.
6) memilih calon pemimpin secara jujur dan adil.
7) menyikapi mass media secara kritis dan objektif.
8) berani tanpil sebagai calon pemimpin.
9) mengemukakan pendirian politik secara bertanggung jawab.
10) berpartisipasi aktif dalam kegiatan kemasyarakatan secara propesional.
11) menyikapi tatanan innstrumentasi kenegaraan secara skeptis.
12) berani dan mampu menjadi saksi perbuatan melanggar hukum secara bertanggung jawab
13) berani dan mamu mengemukakan pandangan keagamaannya secara bertanggung jawab
14) berkiprah dalam kegatan politik secara propesional.
15) menjalankan peraturan atau norma secara otonomi dan mandiri.
16) melaksanakan tugas dan fungsi secara bertanggung jawab.
17) memikul amanat secara jujur dan bertanggung jawab.
18) memiliki pengertian kesejagatan atau kosmopolitan.
19) jujur dan bertabggung jawab atas kesalahan sendiri.
20) mampu bekerja sama dengan penuh tanggung jawab.
21) mampu mengambil keputusan secara adil.
22) mau dan mampu saling asah, asih, dan asuh antarsejawat.
23) selalu mau maju sacara cerdas dan baik.
24) memahami dengan baik sejarah, goegrafi, sosiologi, dan antropologi Indonesia.
25) memahami dengan baik masalah ke-Indonesiaan saat ini.
26) mengenal dengan baik cita-cita Indonesia di masa depan.
27) mengenal dengan baik aspek-aspek kesejagatan yang menyangkut Indonesia.
28) mau dan mampu berbahasa Indonesia secara baik dan benar.
29) menguasai minimal bahasa Inggris sebagai bahsa komunikasi.
30) tahu diri, mawas diri, dan dapat menempatkan diri (apabila dipaandang perlu bisa ditambah lebih banyak lagi).

Dekripsi atau gambaran kualitas watak atau kepribadian para siswa sebagai sasaran akhir pembelajaran PKn tersebut, menunjukan suatu kompetisi atau kemampuan yang ketercapaiannya akan diupayakan secara bertahap sesuai dengan tingkat perkembangannya. Kemampuan ini merupakan paradigma baru PKn dalam rangka pengembangan kecerdasan warga negara (Intellectual Citizenship) yang mencakup dimensi spritual, rasional, emosional, sosiokultural, tanggung jawab warga negara, serta partisiasi warga negara guna menopang tumbuh dan berkembangnya warga negara, baik secara individual, sosial, maupun sebagai pemimpin hari ini dan esok.

Secara ontologi PKn memiliki dua dimensi, yakni objek telaah dan objek pengembangan (Winataputra, 2001). Objek telaah adalah keseluruhan aspek idiil, instrumental, dan praksis PKn yang secara internal dan eksternal mendukung sistem kurikulum dan pembelajaran PKn di sekolah dan diluar sekolah, serta format gerakan social-kultur kewarganegaraan masyarakat. Adapun yang dimaksud dengan objek pengembangan atau sasaran pembentukan (Joni;1999) adalah keseluruhan ranah sosio-psikologis peserta didik yakni ranah kognitif, afaktif, konatif dan psikomotorik yang menyangkut status, hak dan kewajibannya sebagai warganegara., yang perlu dikembangkan dan dimuliakan secara programatik guna mencapai waraganegara yang “cerdas dan baik”. Dalam arti demokratis, religius dan berkeadaban dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Ranah sosio-psikologis adalah keseluruhan potensi sosio-psikologis peserta didik yang Bloom dkk (1956), Kratzwohl dkk (1962), dan Simpson (1967). Dikategorikan dalam ranah ranah kognitif, afaktif, konatif dan psikomotorik yang secara programatik diupayakan untuk ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya melalui program pendidikan. Ranah-ranah tersebut seperti yang dapat disimak dalam perkambngan ’citizenship/ civic education atau pendidikan kewarganegaraan dikemas dalam berbagai label kompetensi atau kemampuan dan atau kepribadian kewarganegaraan. Yang termasuk kategori kompetensi kemampuan itu adalah pengetahuan, keterampilan atau sikap (UU no 20/2003); kecerdasan aqliyah (otak logis rasional), kecerdasan membuat keputusan dan memcahkan masalah (decisin making dan problem solving), (sanusi:1998), memecahkan masalah yang kontroversial atau ”closed areas” (Hunt dan Metcalf:1955); reflective thinking (Eagle:1960); idea of inquiry (Bruner:1960, Schwab:1960, Barr dkk:1977, 1978); ”critical atitudes and analitical perspective” (NCSS;1994); ”civic knowladge and skill” (Quigley:1991), pengetahuan dan kemampuan ((depdikbud :1993). Kesemua itu adapat direkonseptualisai menjadi pengetahuan kewarganegaraan, kemampuan berpikir kritis/refektif, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan membuat keputusan bernalar, dan keterampilan sosial.

Mengenai kepribadian dirumuskan dalam berbagai rincian, seperti beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara demokratis serta bertanggungjawab ( UU20/2003); kecerdasan ruhiyah, kecerdaan naqliyah, kecerdasan emosional, kecerdasan menimbang (Sanusi:1998); democratic (Barr. Dkk:1977, 1978), ”conform to certain accepted practices, hold particular belief, loyal certain value, conforms to normas, reasoned patriotism, personal identity and integrity, appreciation of heritage, active democratic participation, awareness of social problems, describle ideals and attitudes” (Barr:1989); civic competence (Allen:1960); “good cracter, personal ethics and virtues” (Best 1960); “participatory citizenship” (Cogan:1999); cinta kepada Negara, cinta kepada bangsa dan kebudayaan, ikut memajukan Negara, keyakinan hidup tak terpisah dari masyrakat, keyakinan untuk tunduk pada tata tertib, jujur dalam pikiran dan tindakan (BP KNIP:1945), manusia susila yang cakap, demokratis dan beranggungjawab tentang masyarakatdan tanah air (UU No 4/1950); “respect and responbility” (Lickona:1992).

Kesemua itu dapat dikonseptualisasi bahwa aspek kepribadian warganegara yang perlu dikembangkan adalah menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (Visi Pendidikan Nasional UU No. 20/2003). Sejalan dengan visi Penddikan Nasional tersebut, Depdiknas berhasrat untuk pada tahun 2025 menghaslkan “Insan Indonesia Cerdas Komprehensif”.

Intellectual Citizenship atau kecerdasan warganegara yang secara komprehensif dimaksud meliputi aspek-aspek sebaga berikut :

1) Cerdas spiritual, yakni mampu beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketakwaan dan ahklak mula termauk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul.

2) Cerdas emosional, yakni mampu beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensivitas dan apreisivitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya, serta kompetensi untuk mengekspresikannya.

3) Cerdas sosial, yakni mampu beraktualisasi diri melalui interaksi sosial yang:
- membina dan memupuk hubungan timbale balik
- demokratis
- emaptik dan simpatik
- menunjang tinggi hak asai manusia
- ceria dan percaya diri
- menghargai kebhibikaan dalam maysrakat dan bernegara
- berawaan kebangsaan dengan kesadaran akan hak dan keajiban warganegara.

4) Kecerdasan intelektual, yakni mampu beraktualsasi diri melalui olah pikir untuk memperoleh kompetensi dan kemadirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, dan aktualisasi insan intelektual yang kritis, kreatif dan imanjinatif.

5) Kecerdaan kinestetik, yakni mampu beraktualisai diri melalui olah raga untuk mewujudkan insan yang sehat, bugar, berdaya tahan dan sigap.

Adapun yang dimakud warganegara Indonesia yang kompetitif adalah memiliki seperangkat kompetensi sebagai berikut ;
Berkepibadian unggul dan gandrung akan keunggulan
Bersemangat juang tinggi
Mandiri
Pantang menyerah
Pembangaun dan pembina jejaring
Beraahabat dengan perubahan
Inovatif dan menjadi agen perubahan
Produktif
Adar mutu
Berorientasi global
Pembelajar sepanjang hayat

Karakteristik warganegara yang cerdas menurut (Cogan dan derricott, 1998) adalah sebagai berikut :
kemampuan untuk melihat dan mendekati masalah sebagai anggota masyarakat global
kemampuan bekerja sama dengan yang lain. Dengan cara yang koopertaif dan menerima tanggungjawab atas tugas dan peranya dalam masyrakat
kemampuan menerima, memahami, menghargai adanya perbedaan
kapasitas berpikir dengan cara yang kritis dan sitematis
keinginan untuk menyelesaikan konflik dengan cara tanpa kekerasan
keinginan ntuk mengubah gaya hidup dan kebiasaan konsumtif untuk melindungi lingkungan
kemampuan bersikap sensitif dan melindungi hak asasi manusia
keinginan dan kemampuan untuk ikut serta dalam politik pada tingkat lokal nasional dan internasional.

Berdasarkan karakteristik tersebut di atas, kewarganegaraan mempunyai empat dimesi yaitu : 

Dimensi Pribadi
Dimensi pribadi membutuhkan pengembangan kapasitas pribadi dan komitmen untuk etika warganegara yang dikarakteristikkan oleh kebiaaan pikiran, perasaan dan tindakan secara individu dan sosial. 

Dimensi sosial
Dimensi sosial seorang warganegara harus mampu bekerja dan berinteraksi dengan orang lain di dalam berbagai keadaan dan konteks. Mampu terlibat dalam debat diskusi publik, ikut serta dalam kehidupan masyarakat, mengatasi permasalahan dan persoalan dengan cara tetap menghargai dan menghormati orang lain. 

Dimensi Spasial
Dimensi sosial seorang warganegara harus memandang dirinya sebagai anggotta dari komunitas yang tumpang tindaih lokal, regional, nasional, dan multinasional.

Dimesi temporal 
Dimesi temporal seorang warganegara dalam mengahdapi tantangan-tantangan sekarang, tidaklah harus begitu terikat dengan masa ekarang sehingga lupa akan masa lalu dan masa yang akan datang.
Tentang:

Share:


Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar