Nilai-Nilai Demokrasi dan Sejarah Demokrasi

Nilai-Nilai Demokrasi

Demokrasi bukan hanya merupakan sistem pemerintahan saja, tetapi juga suatu gaya hidup serta tata masyarakat tertentu. Oleh karena itu, demokrasi mengandung unsur-unsur nilai (value). Henry B Mayo telah mencoba untuk merinci nilai-nilai ini, namun dengan catatan tidak semua masyarakat yang demokrasi menganut nilai-nilai yang dirinci ini.

Beberapa nilai demokrasi yang disampaikan oleh Henry B Mayo, yaitu:
a. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga.
Dalam setiap masyarakat terdapat perselisihan pendapat serta kepentingan dianggap wajar untuk diperjuangkan dalam alam demokrasi. Perselisihan-persilihan itu harus dapat diselesaikan melalui perundingan serta dialog yang terbuka dalam usaha untuk mencapai kompromi, konsensus atau mufakat.

b. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah. Dalam setiap masyarakat yang modern akan terjadi perubahan sosial, yang disebabkan oleh factor-faktor perkembangan teknologi, perubahan-perubahan pola kepadatan penduduk, pola-pola perdagangan dan sebagainya. Pemerintah harus dapat mengambil suatu kebijakan kepada perubahan-perubahan ini.

c. Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur. Pergantian atas dasar keturunan atau dengan mengangkat dirinya sendiri ataupun melalu coup d’etat, dianggap tidak wajar dalam demokrasi.Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.

Golongangolongan minoritas, yang sedikit banyak akan terkena paksaan, akan lebih menerima bila diberi kesempatan untuk turut serta dalam diskusi-diskusi yang terbuka dan kreatif. Mereka dapat lebih terdorong untuk memberikan dukungan sekalipun bersyarat.

e. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman pendapat, kepentingan serta tingkah laku.

f. Menjamin tegaknya keadilan. Dalam masyarakat demokrasi umumnya pelanggaran terhadap keadilan tidak akan terlalu sering terjadi, oleh karena itu golongan-golongan terbesar diwakili dalam lembaga perwakilan, tetapi tidak dapat dihindarkan bahwa beberapa golongan akan merasa diperlakukan tidak adil.

Sejarah Demokrasi di Indonesia

Perkembangan demokrasi di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perjuangan bangsa. Sebelum Indonesia merdeka, kehidupan yang demokratis sudah dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari lahirnya berbagai perkumpulan dan perserikatan, seperti Budi Utomo, Serikat Islam, perkumpulan keagamaan (NU dan Muhammadiyah), perkumpulan partai-partai, perhimpunan pelajar, organisasi sosial dan lain-lain.

Salah satu tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia, yang sekaligus sebagai tonggak demokrasi di Indonesia adalah dengan adanya Konggres Pemuda II. Musyawarah yang diterapkan dalam Konggres Pemuda II akhirnya dapat membuat suatu kesepakatan penting dan sekaligus menyatukan semua komponen pemuda Indonesia yang semula terpecah-pecah dalam organisasi kepemudaan yang bersifat kedaerahan, yaitu dengan lahirnya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.

Bukti lain bahwa bangsa Indonesia sudah melaksanakan kehidupan yang demokratis adalah sidang BPUPKI yang membahas rancangan dasar negara dan rancangan Undang-Undang Dasar secara bermusyawarah. Demikian pula pada saat disusunnya teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia , yang kemudian dibacakan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No.56 Jakarta, merupakan wujud nyata dari pengambilan keputusan secara demokratis.

Secara garis besar pelaksanaan demokrasi Indonesia yang dimulai sejak proklamasi kemerdekaaan dibedakan menjadi beberapa periode, yaitu:

a. Periode Berlakunya Demokrasi Liberal (1945-1959)

Pada masa ini, awal mulanya diterapkan demokrasi dengan sistem kabinet presidensial yaitu para menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden, sehingga yang berhak memberhentikannya adalah presiden. Namun setelah dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No. X yang menyatakan BP KNIP menjadi sebuah lembaga yang berwenang sebagaimana lembaga negara, kemudian diperkuat dengan Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 yang menyatakan diperbolehkannya pembentukanmultipartai, serta Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang menegaskan tanggung jawab adalah dalam tangan menteri. Lahirlah sistem pemerintahan parlementer yang pada prinsipnya menegaskan pertanggung jawaban menteri-menteri kepada parlemen. Pemberlakuan UUDS 1950 menegaskan berlakunya sistem parlementer dengan multipartai. Namun perkembangan partai-partai tidak dapat berlangsung lama karena koalisi yang dibangun sangat rapuh dan gampang pecah, sehingga mengakibatkan tidak stabilnya pemerintahan pada saat ituPeriode Berlakunya Demokrasi Terpimpin (1959—1965) Setelah keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali, dan berakhirnya pelaksanaan demokrasi liberal. Kemacetan politik yang terjadi pada masa itu dapat diselesaikan dengan menggunakan demokrasi terpimpin, di mana dominasi kepemimpinan yang kuat akan dapat mengendalikan kekuatan politik yang ada pada saat itu.

Keadaan pada masa demokrasi terpimpin diwarnai oleh tank menarik tiga kekuatan politik yang paling utama, yaitu Soekarno, Angkatan Darat dan PKI. Soekarno membutuhkan PKI untuk menandingi kekuatan Angkatan Darat yang beralih fungsi sebagai kekuatan politik, sedangkan PKI memerlukan Soekarno untuk mendapatkan perlindungan presiden dalam melawan Angkatan Darat. Angkatan darat sendiri membutuhkan Soekarno untuk mendapatkan legitimasi agar dapat terjun ke arena politik Indonesia.

Adanya tank ulur dalam kehidupan politik saat itu, memunculkan masalah-masalah besar yang menyimpang dari kehidupan demokrasi yang berdasarkan UUD 1945, yaitu:

1) Presiden diangkat sebagai presiden seumur hidup berdasarkan ketetapan MPRS No.lI1/1963.
2) Adanya perangkapan jabatan oleh beberapa orang, di mana seorang anggota kabinet dapat juga sekaligus menjadi anggota MPRS.
3) Keanggotaan MPRS dan lembaga negara lain tidak melalui proses demokrasi yang baik, karena dilakukan dengan cara menunjuk seseorang untuk menjadi anggota lembaga negara tertentu.
4) Pelaksanaan demokrasi terpimpin cenderung berpusat pada kekuasaan presiden yang melebihi apa yang ditentukan oleh UUD 1945, yaitu dengan keluarnya produk hukum yang setingkat undangundang dalam bentuk penetapan presiden (Penpres). Misalnya Penpres No.2/1959 tentang pembentukan MPRS, Penpres No.3/1959 tentang DPAS dan Penpres No.3/1960 tentang DPRGR.
5) DPR basil Pemilu 1955 dibubarkan oleh Presiden karena RAPBN yang diajukan pemerintah tidak disetujui DPR, dan dibentuklah DPRGR tanpa melalui pemilu.
6) Terjadinya penyelewengan terhadap ideologi Pancasila dan UUD 1945, dengan berlakunya ajaran Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunis).
7) Terjadinya Pembrontakan Gerakan 30 September PKI (G 30 S/PKI) yang mengajarkan ideologi komunis.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh presiden dalam keadaan yang memaksa..Peristiwa Gerakan 30 September PKI dapat ditumpas dan dibubarkan beserta dengan antek-anteknya, bahkan PKI menjadi organisasi eriarang. Hancurnya PKI, menandai berakhirnya sistem demokrasi terpimpin dan munculnya Orde Baru yang ingin melaksanakan Pancasila UUD 1945 secara murni dan konsekuen

Periode Berlakunya Demokrasi Pancasila (1965—1998)

Gerakan pembrontakan yang dilakukan oleh PKI merupakan puncak penyimpangan yang terjadi pada masa berlakunya demokrasi terpimpin.

Tetapi hal ini menjadi titik tolak bagi pengemban Surat Perintah 11 Maret, yaitu Soeharto untuk menuju puncak kepemimpinan nasional dengan dikeluarkannya ketetapan MPRS No.XXXIII/MPRS/1967 tanggal 12 Maret 1967 tentang Pengangkatan Soeharto menjadi Presiden Negara Republik Indonesia.

Pada masa orde baru berlaku sistem demokrasi pancasila. Dikatakan demokrasi pancasila karena sistem demokrasi yang diterapkan didasarkan pada Pancasila, yang intinya adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakiln yang dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan menjiwai sila kelima. Pengertian demokrasi pancasila tersebut sesuai dengan Tap MPRS No. XXVII/MPRS/1968 tentang Pedoman Pelaksanaan Demokrasi Pancasila, di mana dalam ketetapan tersebut disebutkan istilah Demokrasi Pancasiia adalah sama dengan sila keempat dari Pancasila.

Ada beberapa fungsi Demokrasi Pancasila, yaitu:
1) menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara;
2) menjamin tetap tegaknya negara Proklamasi 17 Agustus 1945;
3) menjamin tetap tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia;
4) menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila;
5) menjamin adanya hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara lembaga-lembaga negara;
6) menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab.

Prinsip atau asas pelaksanaan Demokrasi Pancasila menurut pemerintahan orde baru ada tiga, yaitu:
1) menjunjung tinggi hak asasi manusia dan martabat manusia;
2) kekeluargaan dan gotong royong;
3) musyawarah mufakat.
Namun, demokrasi pancasila dalam era Orde Baru hanya sebatas keinginan yang belum pernah terwujud. Karena gagasan yang baik baru sampai taraf wacana belum diterapkan. Praktik kenegaraan dan pemerintahan pada rezim ini tidak memberikan ruang bagi kehidupan berdemokrasi. M. Rusli mengungkapkan ciri-ciri rezim orde haru sebagai berikut.

1) Adanya dominasi peranan ABRI dengan adanya Dwi Fungsi ABRI pada saat itu, yaitu disamping sebagai kekuatan pertahanan keamanan ABRI juga mempunyai peranan dalam bidang politik. Hal ini dapat dilihat dengan jatah kursi yang diberikan ABRI dalam MPR;

2) Adanya birokrasi dan sentralisasi dalam pengambilan keputusan politik;

3) Adanya pembatasan terhadap peran dan fungsi partai dalam pengambilan keputusan politikAdanya campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan publik;

5) Adanya massa mengambang

6) Adanya monolitisasi ideologi negara; yaitu negara tidak membiarkan berkembangnya ideologi-ideologi lain;

7) Adanya inkorporasi; yaitu lembaga-lembaga non pemerintah diharapkan menyatu dengan pemerintah, padahal seharusnya sebagai alat kontrol bagi pemerintah.

Kepemimpinan pada masa Orde Baru bertumpu pada Soeharto sebagai presiden, ABRI, Golkar, dan birokrasi. Pengambilan kebijakan bidang ekonomi lebih ditonjolkan tetapi ruang kebebasan lebih dipersempit, sehingga pada pemerintahan orde baru nyaris tanpa kontrol masyarakat.

Hal ini mengakibatkan kemajuan ekonomi digerogoti oleh korupsi, nepotisme, dan kolusi.

Periode Berlakunya Demokrasi dalam Era Reformasi (1998-Sekarang)

Runtuhnya Orde Baru ditandai dengan adanya krisis kepercayaan yang direspon oleh kelompok penekan (pressure group) dengan mengadakan berbagai macam demonstrasi yang dipelopori oleh mahasiswa, pelajar, LSM, politisi, maupun masyarakat.

Runtuhnya kekuasaan rezim orde baru telah memberikan harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Masa peralihan demokrasi ini merupakan masa yang sangat rumit dan kritis karena pada masa ini akan ditentukan kearah mana demokrasi akan dibangun. Keberhasilan dan kegagalan suatu transisi demokrasi sangat bergantung pada empat faktor, yaitu:

1) komposisi elite politik
2) desain institusi politik
3) kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite dan non elite politik
4) peran masyarakat madani.

Keempat faktor tersebut harus berjalan sinergis sebagai modal untuk mengkonsolidasikan demokrasi. Sedangkan Azyumardi Azra menyatakan langkah yang harus dilakukan dalam transisi Indonesia menuju demokrasi sekurang-kurangnya mencakup reformasi dalam tiga bidang besar, yaitu:

1) reformasi konstitusional (constitutional reform) yang menyangkut perumusan kembali falsafah, kerangka dasar, dan perangkat legal sistem politik.

2) reformasi kelembagaan (institutional reform and empowerment), yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga politik;

3) pengembangan kultur atau budaya politik (political culture) yang lebih demokratis.

Sedangkan dinamika demokrasi pada masa reformasi dapat dilihat berdasarkan aktifitas kenegaraan sebagai berikut.

1) Dikeluarkanya Undang-Undang No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik, memberikan ruang dan gerak lebih luas untuk mendirikan partai politik yang memungkinkan berkembangnya multipartai. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 31 Tabun 2002 Pasal 2 Demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa bersama unsur masyarakat lainnya mendorong diakhirinya kekuasaan rezim Orde Baru. Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan, sekaligus mengakhiri rezim orde baru.;ayat 1 yang menyatakan “partai politik didirikan dan dibentuk oleh sekurang-kurangnya 50 orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 tahun dengan akta notaris”.

2) Undang-Undang No.12 tahun 2003 tentang Pemilu memberikan kebebasan kepada warga negara untuk menggunakan hak pilihnya secara langsung untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota maupun DPD. Bahkan pemilihan presiden dan wakilnya juga dilaksanakan secara langsung.

3) Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN, berwibawa dan bertanggung jawab dibuktikan dengan keluarnya ketetapan MPR No.IX/MPR/1998 dan ditindak lanjuti dengan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan sebagainya.

4) Lembaga legislatif dan organisasi sosial politik sudah mempunyai keberanian untuk melakukan fungsi kontrol terhadap ekskutif, sehingga terjadi check and balance.

5) Lembaga tertinngi negara MPR berani mengambil langkah-langkah politik dengan adanya sidang tahunan dan menuntut kepada pemerintah dan lembaga negara lain untuk menyampaikan laporan kemajuan (progress report).

6) Adanya kebebasan media massa tanpa ada rasa takut untuk dicabut surat ijin penerbitannya.

7) Adanya pembatasan masa jabatan presiden, yaitu jabatan presiden paling lama adalah 2 periode masa kepemimpinan.
Tentang:

Share:


Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar