Undang-Undang/Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004 proses pembentukan Undang-Undang dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
Namun, untuk RUU yang diajukan oleh DPD hanya diperkenankan RUU berkaitan dengan:
• otonomi daerah;
• hubungan pusat dengan daerah;
• pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah;
• pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya;
• perimbangan keuangan pusat dan daerah.
1) Persiapan Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh Pemerintah
a) Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen, sesuai dengan lingkup tugasnya masing-masing.
b) Konsepsi RUU tersebut dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundangundangan.
c) RUU yang sudah disiapkan oleh Presiden diajukan dengan surat Presiden kepada Pimpinan DPR.
d) Dalam surat Presiden tersebut disebutkan menteri yang akan ditugasi mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU di DPR.
e) DPR mulai membahas RUU tersebut dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat Presiden diterima.
f) Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa.
Setelah Indonesia merdeka rancangan tersebut dibahas kembali dalam sidang PPKI dan akhirnya ditetapkan sebagai UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945
Pembentukan UU, Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari Presiden, DPR, maupun DPD (Dewan PerwakilanPersiapan Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh DPR (hak inisiatif) dan DPD
a) Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR diusulkan oleh DPR (RUU tersebut dapat juga dari DPD yang diajukan kepada DPR).
b) RUU yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden.
c) Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas RUU bersama DPR dalam jangka waktu 60 hari sejak surat pimpinan DPR diterima.
d) Menteri yang ditugasi oleh Presiden dalam pembahasan di DPR mengkoordinasikan persiapan pembahasan dengan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundangundangan.
e) Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPR.
b. Pembahasan dan Pengesahan Rancangan Undang-Undang
1) Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugasi, dan atau dengan DPD apabila RUU yang dibahas mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, dan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2) Keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU hanya sampai pada tahap rapat komisi/panitialalat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi.
3) Keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU diwakili oleh komisi yang membidangi materi muatan RUU yang dibahas.
4) Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan, yaitu:
a) Pembicaraan Tingkat I dilakukan dalam rapat paripurna. Pada tingkat pertama ini apabila RUU diajukan oleh Presiden. Maka yang memberi penjelasan adalah Pemerintah (Presiden) atau menteri yang ditugasi. Tetapi apabila RUU datang dari DPR penjelasan dilakukan oleh pimpinan komisi atau rapat gabungan komisi atau rapat panitia khusus.
b) Pembicaraan Tingkat II dilakukan dalam rapat paripurna. Pada pembicaraan tingkat II, apabila RUU dari pemerintah, maka dilakukan pemandangan umum dari anggota DPR yang membawa suara fraksinya masing-masing terhadap RUU.
Pemerintah kemudian menyampaikan tanggapan terhadap pemandangan umum tersebut. Apabila RUU dari DPR, maka diadakan tanggapan pemerintah terhadap RUU tersebut. Setelah itu DPR memberikan tanggapan dan penjelasan yang disampaikan oleh pimpinan komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus atas nama DPR.Pembicaraan Tingkat III dilakukan dalam rapat komisi/rapat gabungan komisi/rapat panitia khusus.
Dalam pembicaraan tingkat ini dilakukan rapat komisi/rapat gabungan komisi/rapat panitia khusus bersama pemerintah membahas RUU tersebut secara keseluruhan mulai dari pembukaan, pasal-pasal, sampai bagian akhir rancangan undangundang tersebut.
d) Pembicaraan Tingkat IV dilakukan dalam rapat paripurna. Pada tingkat yang terakhir ini dilakukan laporan hasil pembicaraan di tingkat komisi/gabungan komisi/rapat panitia khusus.
Penyampaian pendapat terakhir dari fraksi-fraksi yang disampaikan oleh anggota-angotanya dan dilakukan pengambilan keputusan. Pada tingkat ini pemerintah juga diberi kesempatan untuk memberikan sambutan terhadap pengambilan keputusan tersebut.
5) RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi UU.
6) Penyampaian RUU tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
7) RUU tersebut disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden.
8) Dalam hal RUU tidak dapat ditanda tangani oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.
c. Pengundangan dan Penyebarluasan UU
1) Setelah RUU disahkan oleh Presiden menjadi UU maka UU tersebut harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
2) Pengundangan dalam Lembaran Negara RI dilaksanakan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.
3) Undang-Undang tersebut mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan.
4) Pemerintah wajib menyebarluaskan Undang-Undang tersebut dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Sedangkan proses pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) adalah sebagai berikut.
a. Persiapan Pembentukan Perpu
1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang di keluarkan Presiden harus diajukan ke DPR dalam persidangan berikutnya.
2) Pengajuan Perpu dilakukan dalam bentuk pengajuan RUU tentang penetapan Perpu menjadi Undang-Undang.
3) Dalam hal Perpu ditolak DPR, maka Perpu tersebut harus dicabut.
4) Dalam hal Perpu ditolak oleh DPR, maka Presiden mengajukan RUU tentang pencabutan Perpu tersebut.
RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi UU.
Setelah RUU disahkan oleh Presiden menjadi UU, maka UU tersebut harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Sesuai dengan Pasal 36 ayat 1 UU No. 10 Tahun 2004 dinyatakan bahwa pembahasan RUU tentang penetapan Perpu menjadi Undang-Undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan RUU. Dengan demikian prosedur pembahasan Perpu di DPR sama dengan pembahasan RUU di DPR, sehingga paparan pembahasan RUL: di atas sudah memberikan gambaran yang jelas bagi pembahasan dan pengesahan Perpu menjadi UU.
c. Pengundangan dan Penyebarluasan Perpu
Pada tahap ini juga mempunyai prosedur yang sama seperti pada pengundangan dan penyebarluasan UU.
Tentang:
pkn
Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004 proses pembentukan Undang-Undang dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
a. Persiapan Pembentukan Undang-Undang
Dalam pembentukan UU, Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari Presiden, DPR, maupun DPD (Dewan Perwakilan Daerah).Namun, untuk RUU yang diajukan oleh DPD hanya diperkenankan RUU berkaitan dengan:
• otonomi daerah;
• hubungan pusat dengan daerah;
• pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah;
• pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya;
• perimbangan keuangan pusat dan daerah.
1) Persiapan Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh Pemerintah
a) Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen, sesuai dengan lingkup tugasnya masing-masing.
b) Konsepsi RUU tersebut dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundangundangan.
c) RUU yang sudah disiapkan oleh Presiden diajukan dengan surat Presiden kepada Pimpinan DPR.
d) Dalam surat Presiden tersebut disebutkan menteri yang akan ditugasi mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU di DPR.
e) DPR mulai membahas RUU tersebut dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat Presiden diterima.
f) Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa.
Setelah Indonesia merdeka rancangan tersebut dibahas kembali dalam sidang PPKI dan akhirnya ditetapkan sebagai UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945
Pembentukan UU, Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari Presiden, DPR, maupun DPD (Dewan PerwakilanPersiapan Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh DPR (hak inisiatif) dan DPD
a) Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR diusulkan oleh DPR (RUU tersebut dapat juga dari DPD yang diajukan kepada DPR).
b) RUU yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden.
c) Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas RUU bersama DPR dalam jangka waktu 60 hari sejak surat pimpinan DPR diterima.
d) Menteri yang ditugasi oleh Presiden dalam pembahasan di DPR mengkoordinasikan persiapan pembahasan dengan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundangundangan.
e) Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPR.
b. Pembahasan dan Pengesahan Rancangan Undang-Undang
1) Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugasi, dan atau dengan DPD apabila RUU yang dibahas mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, dan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2) Keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU hanya sampai pada tahap rapat komisi/panitialalat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi.
3) Keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU diwakili oleh komisi yang membidangi materi muatan RUU yang dibahas.
4) Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan, yaitu:
a) Pembicaraan Tingkat I dilakukan dalam rapat paripurna. Pada tingkat pertama ini apabila RUU diajukan oleh Presiden. Maka yang memberi penjelasan adalah Pemerintah (Presiden) atau menteri yang ditugasi. Tetapi apabila RUU datang dari DPR penjelasan dilakukan oleh pimpinan komisi atau rapat gabungan komisi atau rapat panitia khusus.
b) Pembicaraan Tingkat II dilakukan dalam rapat paripurna. Pada pembicaraan tingkat II, apabila RUU dari pemerintah, maka dilakukan pemandangan umum dari anggota DPR yang membawa suara fraksinya masing-masing terhadap RUU.
Pemerintah kemudian menyampaikan tanggapan terhadap pemandangan umum tersebut. Apabila RUU dari DPR, maka diadakan tanggapan pemerintah terhadap RUU tersebut. Setelah itu DPR memberikan tanggapan dan penjelasan yang disampaikan oleh pimpinan komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus atas nama DPR.Pembicaraan Tingkat III dilakukan dalam rapat komisi/rapat gabungan komisi/rapat panitia khusus.
Dalam pembicaraan tingkat ini dilakukan rapat komisi/rapat gabungan komisi/rapat panitia khusus bersama pemerintah membahas RUU tersebut secara keseluruhan mulai dari pembukaan, pasal-pasal, sampai bagian akhir rancangan undangundang tersebut.
d) Pembicaraan Tingkat IV dilakukan dalam rapat paripurna. Pada tingkat yang terakhir ini dilakukan laporan hasil pembicaraan di tingkat komisi/gabungan komisi/rapat panitia khusus.
Penyampaian pendapat terakhir dari fraksi-fraksi yang disampaikan oleh anggota-angotanya dan dilakukan pengambilan keputusan. Pada tingkat ini pemerintah juga diberi kesempatan untuk memberikan sambutan terhadap pengambilan keputusan tersebut.
5) RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi UU.
6) Penyampaian RUU tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
7) RUU tersebut disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden.
8) Dalam hal RUU tidak dapat ditanda tangani oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.
c. Pengundangan dan Penyebarluasan UU
1) Setelah RUU disahkan oleh Presiden menjadi UU maka UU tersebut harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
2) Pengundangan dalam Lembaran Negara RI dilaksanakan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.
3) Undang-Undang tersebut mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan.
4) Pemerintah wajib menyebarluaskan Undang-Undang tersebut dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Sedangkan proses pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) adalah sebagai berikut.
a. Persiapan Pembentukan Perpu
1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang di keluarkan Presiden harus diajukan ke DPR dalam persidangan berikutnya.
2) Pengajuan Perpu dilakukan dalam bentuk pengajuan RUU tentang penetapan Perpu menjadi Undang-Undang.
3) Dalam hal Perpu ditolak DPR, maka Perpu tersebut harus dicabut.
4) Dalam hal Perpu ditolak oleh DPR, maka Presiden mengajukan RUU tentang pencabutan Perpu tersebut.
RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi UU.
Setelah RUU disahkan oleh Presiden menjadi UU, maka UU tersebut harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Sesuai dengan Pasal 36 ayat 1 UU No. 10 Tahun 2004 dinyatakan bahwa pembahasan RUU tentang penetapan Perpu menjadi Undang-Undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan RUU. Dengan demikian prosedur pembahasan Perpu di DPR sama dengan pembahasan RUU di DPR, sehingga paparan pembahasan RUL: di atas sudah memberikan gambaran yang jelas bagi pembahasan dan pengesahan Perpu menjadi UU.
c. Pengundangan dan Penyebarluasan Perpu
Pada tahap ini juga mempunyai prosedur yang sama seperti pada pengundangan dan penyebarluasan UU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar