MATERI PEMBELAJARAN TEKS ANEKDOT
TEKS ANEKDOT
B. Struktur Teks Anekdot
D. Menyusun Teks Anekdot berdasarkan Kejadian yang Menyangkut Orang Banyak atau Perilaku Tokoh Publik
E. Pola Penyajian Anekdot
A. Pengertian dan Fungsi Teks Anekdot
Salah satu cerita lucu yang banyak beredar di masyarakat adalah anekdot. Anekdot digunakan untuk menyampaikan kritik, tetapi tidak dengan cara yang kasar dan menyakiti. Anekdot ialah cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan. Anekdot mengangkat cerita tentang orang penting (tokoh masyarakat) atau terkenal berdasarkan kejadian yang sebenarnya.
Kejadian nyata ini kemudian dijadikan dasar cerita lucu dengan menambahkan unsur rekaan. Seringkali, partisipan (pelaku cerita), tempat kejadian, dan waktu peristiwa dalam anekdot tersebut merupakan hasil rekaan.
Kejadian nyata ini kemudian dijadikan dasar cerita lucu dengan menambahkan unsur rekaan. Seringkali, partisipan (pelaku cerita), tempat kejadian, dan waktu peristiwa dalam anekdot tersebut merupakan hasil rekaan.
Batasan anekdot | Anekdot adalah sebuah cerita pendek yang berisi sebuah sindiran terhadap sesuatu atau seseorang yang dilengkapi dengan humor. |
Isi pokok anekdot | Isi pokok dari sebuah teks anekdot adalah sebuah sindirian pada suatu hal atau pada seseorang. |
Fungsi anekdot | Fungsi dari anekdot adalah sebuah hiburan atau intermezzo yang dilengkapi dengan sebuah sindiran terhadap suatu hal. |
B. Struktur Teks Anekdot
Anekdot memiliki struktur teks yang membedakannya dengan teks lainnya. Teks anekdot memiliki struktur abstraksi, orientasi, krisis, reaksi, dan koda.
1. Abstraksi merupakan pendahuluan yang menyatakan latar belakang atau gambaran umum tentang isi suatu teks.
2. Orientasi merupakan bagian cerita yang mengarah pada terjadinya suatu krisis, konflik, atau peristiwa utama. Bagian inilah yang menjadi penyebab timbulnya krisis.
3. Krisis atau komplikasi merupakan bagian dari inti peristiwa suatu anekdot. Pada bagian krisis itulah terdapat kekonyolan yang menggelitik dan mengundang tawa.
4. Reaksi merupakan tanggapan atau respons atas krisis yang dinyatakan sebelumnya. Reaksi yang dimaksud dapat berupa sikap mencela atau menertawakan.
5. Koda merupakan penutup atau simpulan sebagai pertanda berakhirnya cerita. Di dalamnya dapat berupa persetujuan, komentar, ataupun penjelasan atas maksud dari cerita yang dipaparkan sebelumnya. Bagian ini biasanya ditandai oleh kata-kata, seperti itulah,akhirnya, demikianlah. Keberadaan koda bersifat opsional; bisa ada ataupun tidak ada.
Contoh
Aksi Maling Tertangkap CCTV | |
Isi | Struktur |
Seorang warga melapor kemalingan. | Abstraksi |
Pelapor : “Pak saya kemalingan.” Polisi : “Kemalingan apa?” Pelapor : “Mobil, Pak. Tapi saya beruntung Pak...” | Orientasi |
Polisi : “Kemalingan kok beruntung?” Pelapor : “Iya pak. Saya beruntung karena CCTV merekam dengan jelas. Saya bisa melihat dengan jelas wajah malingnya.” Polisi : “Sudah minta izin malingnya untuk merekam?” | Krisis |
Pelapor : “Belum .... “ (sambil menatap polisi dengan penuh keheranan. Polisi : “Itu ilegal. Anda saya tangkap.” | Reaksi |
Pelapor : (hanya bisa pasrah tak berdaya). | Koda |
C. Kebahasaan Teks Anekdot
Seperti juga teks lainnya, anekdot memiliki unsur kebahasaan yang khas yaitu (a) menggunakan kalimat yang menyatakan peristiwa masa lalu, (b) menggunakan kalimat retoris, [kalimat pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban]; (c) menggunakan konjungsi [kata penghubung] yang menyatakan hubungan waktu seperti kemudian, lalu; (d) menggunakan kata kerja aksi seperti menulis, membaca, dan berjalan, ; (e) menggunakan kalimat perintah (imperative sentence); dan (f) menggunakan kalimat seru. Khusus untuk anekdot yang disajikan dalam bentuk dialog, penggunaan kalimat langsung sangat dominan.
No. | Unsur Kebahasaan | Contoh Kalimat |
1. | Kalimat yang menyatakan peristiwa masa lalu | Pada puncak pengadilan korupsi politik, Jaksa penuntut umum menyerang saksi. |
2. | Kalimat retoris | “Apakah benar,” teriak Jaksa, “bahwa Anda menerima lima ribu dolar untuk berkompromi dalam kasus ini?” |
3. | Penggunaan konjungsi yang menyatakan hubungan waktu | Akhirnya, hakim berkata, “Pak, tolong jawab pertanyaan Jaksa.” |
4. | Penggunaan kata kerja aksi | Saksi menatap keluar jendela seolah-olah tidak mendengar pertanyaan. |
5. | Penggunaan kalimat perintah | “Pak, tolong jawab pertanyaan Jaksa.” |
6. | Penggunaan kalimat seru | “Oh, maaf.” |
D. Menyusun Teks Anekdot berdasarkan Kejadian yang Menyangkut Orang Banyak atau Perilaku Tokoh Publik
Dalam menyusun anekdot, ada beberapa hal yang harus ditentukan lebih dulu. Hal tersebut adalah menentukan tema, kritik, kelucuan, tokoh, struktur, alur, dan pola penyajian teks anekdot. Langkah-langkah ini akan memudahkan untuk belajar menyusun anekdot.
Langkah-langkah penyusunan disajikan dalam bentuk tabel, dengan penyelesaian pada kolom ketiga.
No. | Aspek | Isi | |
1. | Tema | Kasih sayang pada orangtua. | |
2. | Kritik | Anak yang memandang orangtua di masa tuanya sebagai orang yang merepotkan. | |
3. | Humor/ kelucuan | Orang dewasa malu karena dikritik oleh anak kecil. | |
4. | Tokoh | Kakek tua, ayah, anak dan menantu. | |
5. | Struktur | Abstraksi | Kakek tua yang tinggal bersama anak, menantu dan cucu 6 tahun. |
Orientasi | Kebiasaan makan malam di rumah si anak. Kakek tua makannya sering berantakan. | ||
Krisis | Kakek tua diberi meja kecil terpisah di pojok, dengan alat makan anti pecah. | ||
Reaksi | Cucu 6 tahun membuat replika meja terpisah. | ||
Koda | Cucu 6 tahun mengungkapkan kelak akan membuat meja terpisah juga untuk ayah dan ibunya. | ||
7 | Alur | Kakek tua tinggal bersama anak, menantu dan cucunya yang berusia 6 tahun. Karena sudah tua, mata si Kakek rabun dan tangannya bergetar sehingga kerap menjatuhkan makanan dan alat makan. Agar tidak merepotkan, ia ditempatkan di meja terpisah dengan alat makan anti pecah. Anak dan menantunya baru sadar ketika diingatkan oleh cucu 6 tahun yang tengah bermain membuat replika meja. | |
8 | Pola penyajian | Narasi. | |
Teks anekdot | Seorang kakek hidup serumah bersama anak, menantu, dan cucu berusia 6 tahun. Keluarga itu biasa makan malam bersama. Si kakek yang sudah pikun sering mengacaukan segalanya. Tangan bergetar dan mata rabunnya membuat kakek susah menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh. Saat si kakek meraih gelas, sering susu tumpah membasahi taplak. Anak dan menantunya menjadi gusar. Suami istri itu lalu menempatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan, tempat sang kakek makan sendirian. Mereka memberikan mangkuk melamin yang tidak gampang pecah. Saat keluarga sibuk dengan piring masing-masing, sering terdengar ratap kesedihan dari sudut ruangan. Namun, suami-istri itu justru mengomel agar kakek tak menghamburkan makanan lagi. Sang cucu yang baru berusia 6 tahun mengamati semua kejadian itu dalam diam. Suatu hari si ayah memerhatikan anaknya sedang membuat replika mainan kayu. “Sedang apa, sayang?” tanya ayah pada anaknya. “Aku sedang membuat meja buat ayah dan ibu. Persiapan buat ayah dan ibu bila aku besar nanti.” Ayah anak kecil itu langsung terdiam. Ia berjanji dalam hati, mulai hari itu, kakek akan kembali diajak makan di meja yang sama. Tak akan ada lagi omelan saat piring jatuh, makanan tumpah, atau taplak ternoda kuah. Sumber: J. Sumardianta, Guru Gokil Murid Unyu. Halaman 47. (dengan penyesuaian) |
E. Pola Penyajian Anekdot
Anekdot dapat disajikan dalam bentuk dialog maupun narasi. Salah satu ciri dialog adalah menggunakan kalimat langsung. Kalimat langsung adalah sebuah kalimat yang merupakan hasil kutipan langsung dari pembicaraan seseorang yang sama persis seperti apa yang dikatakannya.
Kisah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi | |
Dialog | Narasi |
Pada puncak pengadilan korupsi politik, Jaksa penuntut umum menyerang saksi. Jaksa : “Apakah benar, bahwa anda menerima lima ribu dolar untuk berkompromi dalam kasus ini?” Saksi : (menatap keluar jendela seolah-olah tidak mendengar pertanyaan) Jaksa : “Apakah benar, bahwa anda menerima lima ribu dolar untuk berkompromi dalam kasus ini?” Saksi : (tidak menanggapi) Hakim : “Pak, tolong jawab pertanyaan Jaksa.” Saksi : (kaget) “Oh, maaf. Saya piker dia tadi berbicara dengan Anda.” | Pada puncak pengadilan korupsi politik, Jaksa penuntut umum menyerang saksi. “Apakah benar,” teriak Jaksa, “bahwa Anda menerima lima ribu dolar untuk berkompromi dalam kasus ini?” Saksi menatap keluar jendela seolaholah tidak mendengar pertanyaan. “Bukankah benar bahwa Anda menerima lima ribu dolar untuk berkompromi dalam kasus ini?” ulang pengacara. Saksi masih tidak menanggapi. Akhirnya, hakim berkata, “Pak, tolong jawab pertanyaan Jaksa.” “Oh, maaf.” Saksi terkejut sambil berkata kepada hakim, “Saya pikir dia tadi berbicara dengan Anda.” |
Rujukan
Kosasih, E. 2014. Jenis-Jenis Teks dalam Mata Pelajaran Bahasa Indoneisa SMA/MA/SMK. Bandung: Yrama Widya
Suherli, dkk. 2017. Buku Siswa Bahasa Indonesia Kelas X Revisi Tahun 2017. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Suherli, dkk. 2017. Buku Guru Bahasa Indonesia Kelas X Revisi Tahun 2017. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar