Contoh Soal Membandingkan Dua Penggalan Novel

Contoh Soal Membandingkan Dua Penggalan NovelSetelah mempelajari bagaimana cara menginterpretasikan makna novel pada bab sebelumnya, sekarang kita akan belajar membandingkan dua teks novel. Topik ini masih berhubungan dengan topik sebelumnya, sebab kegiatan membandingkan teks tidak bisa dilakukan tanpa lebih dulu melakukan interpretasi atau pemaknaan terhadap makna novel.
Perbandingan pada Dua Novel Indonesia
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk membandingkan dua novel adalah memahami makna tiap-tiap novel. Pemahaman atau interpretasi terhadap novel dapat dilakukan dengan mengamati unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik novel, terutama unsur intrinsik. Lewat unsur intrinsik, kita dapat mengetahui bagaimana teks novel disusun dan menghasilkan suatu cerita. Unsur intrinsik novel meliputi, tema, alur (plot), penokohan (perwatakan), latar, sudut pandang, diksi, dan amanat.
      Setelah mengetahui makna dari tiap-tiap novel lewat unsur-unsur intrinsik, selanjutnya adalah membandingkan keduanya. Perbandingan dua teks novel dapat berupa: (a) persamaan; dan (b) perbedaan. Suatu novel bisa saja memiliki kesamaan tema dengan novel lain. Dua novel juga bisa saja memiliki tema yang sama tetapi dengan latar dan penokohan yang berbeda.
      Perbandingan teks pada dua novel bermanfaat untuk mengetahui persamaan atau perbedaan struktur novel. Selain itu, kegiatan membandingkan teks juga berguna untuk memahami situasi dan kondisi masyarakat pada suatu masa tertentu. Perbandingan teks biasanya juga menghasilkan nilai edukatif. Dengan mengetahui persamaan atau perbedaan teks, kita bisa belajar mengenai nilai-nilai kehidupan.

Contoh Soal Membandingkan Dua Penggalan Novel

SOAL 1
Teks 1
Monitor datar yang berukuran besar pada dinding seberang menayangkan tampilan percobaan berupa logo Lembaga Sandi Negara. Gambar tayangan itu dengan segera menghilang, digantikan dengan sesosok pria yang ganti menatapnya. Pria yang muncul di layar itu mengenakan setelan jas rapi. Semua rambut kepalanya sudah putih keperakan, tetapi tegap dan segar sesuai umurnya.
       “Apa kabar, Jenderal?” Menteri Pertahanan itu mengawali pembicaraan dengan logat Jawa Timur yang kental. “Siapa yang kita gunakan?”
       “Nama lengkapnya Zen Wibowo,” jawab Pemimpin Lemsaneg itu dengan tenang.
       “Apa kelebihannya?”
       “Dia agen paling berprestasi dan menguasai berbagai bahasa asing. Menurut catatan arsip-arsip intelijen, di sepanjang masa kariernya di BIN dia tidak pernah gagal menjalankan tugas,” katanya dengan penuh keyakinan.
(Dikutip dari novel Koin Terakhir karya Yogie Nugroho, hlm. 94-95
Cetakan pertama, Juli 2013; Yogyakarta: PT Bentang Pustaka)
Teks 2
Kalau namaku Elektra dan ayahku tukang listrik, bisakah kalian tebak siapa nama kakakku? Watti. Ya. Dengan dua “t”.
      Tak ada yang lebih membahagiakan seorang tukang listrik ketika anaknya datang menangis karena mainan elektroniknya rusak. “Daddy, musiknya nggak mau jalan,” rengek Watti sembari menyetorkan mainan plastik berbentuk radio dengan kenop oranye yang apabila diputar akan mendendangkan lagu tunggal “Hickory, Dickory, Dock”. Maka, Daddy—atau lebih sesuainya “Dedi” karena ada juga huruf “k” yang terdengar samar di ujung kata—akan segera tenggelam dalam perkakasnya. Kemudian, timbul lagi seperti tukang sulap yang bangkit dari peti dibelah dua. Simsalabim! Mainan kami kembali baru. 
      Begitulah seterusnya hingga kami sadar bahwa tak pernah ada mainan baru. Dedi selalu berhasil memperbaiki segalanya.
(Dikutip dari novel Petir karya Dewi Lestari, hlm. 14-15
Cetakan pertama, April 2012; Yogyakarta: PT Bentang Pustaka)
Perbedaan yang terlihat dari kedua kutipan novel di atas adalah ….

SOAL 2
Teks 1
Pada usianya yang masih 27 tahun, Elizabeth bukanlah tipe wanita hedonis, primordial, atau a dedicated follower of fashion—korban mode. Dia adalah wanita cerdas, efisien, dan pandai menyisihkan penghasilannya untuk ditabung. Untuk urusan makan, biasanya sekenanya saja. Wanita berambut pirang itu terbiasa hidup sederhana dan cenderung keras kepada diri sendiri. Dia memanfaatkan waktunya untuk kegiatan-kegiatan yang berdampak positif bagi kehidupannya, dan selalu memperhitungkan matang-matang setiap keputusan yang akan diambilnya. Namun, kecerobohannya beberapa hari yang lalu di Roma sangat fatal. Dia tak pernah seceroboh itu sebelumnya, dan itu adalah yang pertama.
(Dikutip dari novel Koin Terakhir karya Yogie Nugroho, hlm. 185
Cetakan pertama, Juli 2013; Yogyakarta: PT Bentang Pustaka)
Teks 2
Perlu kalian ketahui bahwa Dedi itu ayah yang pendiam. Kenangan masa kecilku tentangnya otomatis tidak banyak sekalipun beliau praktis satu-satunya orangtua yang kupunya. Oleh karena itulah, kejadian ini sangat melekat di memori. Kali pertama aku mendengar Dedi marah-marah. Ayahku, yang seumur hidupnya irit-irit pita suara itu, mendadak berkata-kata banyak dengan nada relatif tinggi. Ia mengomeli Watti.
(Dikutip dari novel Petir karya Dewi Leatari, hlm.23-24
Cetakan pertama, April 2012; Yogyakarta: PT Bentang Pustaka)
Persamaan penggalan teks novel di atas adalah ….

SOAL 3
Teks 1
Sesampai di rumah, dengan seragam yang masih melekat di tubuh, kudekati ibu yang sedang nonton televisi tanpa warna di ruang tengah. Di atas permadani Sammira hadiah dari paman Farid yang belum lama pulang dari Turki, ibuku duduk termangu, mengasyikkan hiburan siang dari TVRI. Lalu, tanpa ragu-ragu, aku berbaring di dekatnya, dan kuajukan teka-teki silang pada ibu.
       “Coba ibu jawab. Berapa jam seorang perempuan dapat menyelesaikan kewajibannya dalam sehari. Ayo!”
       “Yah... itu tergantung, Nisa.”
       “Tergantung apa, Bu?”
       “Tergantung kepandaian dan kecakapan perempuan dalam meng      atur waktu.”
       “Waktunya untuk melaksanakan kewajiban itu pagi saja atau siang saja, Bu?”
       “Yah... ada yang pagi, ada yang siang, ada yang sore, juga malam.”
       “Jadi... sehari semalam dong.”
       “Memang begitu. Ada apa, Nisa? Pertanyaanmu kok aneh.”
       “Yang aneh apanya, Bu. Pak guru bilang, kewajiban seorang perempuan itu banyak sekali, ada mencuci, memasak, menyetrika, mengepel, menyapu, menyuapi, menyusui, memandikan, dan banyak lagi. Tidak seperti laki-laki, Bu, kewajibannya cuma satu, pergi ke kantor. Mudah dihafal, kan? Mengapa dulu aku tidak jadi laki-laki saja, Bu? Aku ingin pergi ke kantor. Aku juga tidak suka memasak di dapur, bau minyak, bau bawang, baru terasi dan asap mengepul. Aku ingin belajar naik kuda seperti Rizal. Boleh kan, Bu?”
       “Apa hebatnya naik kuda dan apa enaknya pergi ke kantor, Nisa?”
       “Jika aku naik kuda, semua orang mendongak ke arahku jika bicara denganku. Aku juga bisa memimpin pasukan perang seperti Aisyah atau Putri Budur, sehingga para laki-laki perkasa tunduk di belakangku,” aku tertawa geli, “dan jika aku pergi ke kantor, bajuku wangi dan rapi, tidak seperti lek Sumi yang seharian di dapur, badannya bau dan bajunya kedodoran. Jika aku ke kantor, semua orang melihatku dengan hormat, tidak menutup hidung jika aku lewat seperti mereka menutup hidung dekat lek Sumi, karena bau bawang dan terasi. Dan di akhir bulan aku menerima gaji.”
(Dikutip dari novel Perempuan Berkalung Sorban karya , Abidah El Khalieqy, hlm.13-15
Cetakan pertama, Maret 2001; Yogyakarta: Yayasan Kesejahteraan Fatayat)
Teks 2
Di kamar kosnya Rukmi tidak dapat tertidur. Ia ingat apa yang diceritakan oleh neneknya nun kala itu, ketika Rukmi bertanya, bagaimana neneknya dulu mendapat Kakek. Dengan tersenyum polos Eyang Dwidjo bercerita bahwa si gadis Darmi dulu sama saja: anak tolol yang juga tidak tahu apa-apa tentang cowok selain pengetahuan umum yang klasik. Anak lelaki dalam pandangan anak perempuan adalah makhluk-makhluk egois yang seumumnya hanya suka dolan dan berbuat berbagai kenakalan yang menjengkelkan. Mencuri mangga tetangga, berebutan layang-layang putus, mengkatapil burung dengan akibat pecahnya genting-genting, dan segala perkara yang buruk, yang anak perempuan tidak boleh tetapi kalau dilakukan anak lelaki kok dibiarkan. Kadang-kadang anak lelaki dipukul atau ditarik telinganya oleh ayahnya, tetapi selanjutnya mereka enak saja berbuat yang bukan-bukan.
(Dikutip dari novel Balada Dara-Dara Mendut karya Y.B. Mangunwijaya, hlm. 127
Cetakan pertama, 1993; Yogyakarta: Kanisius)
Konflik yang tergambar dari kedua kutipan novel di atas adalah ….

SOAL 4
Teks 1
Malam itu tanggal 26 Januari 1947. Sejak pagi sampai sore hari, langit di atas kota Sanga-Sanga kelihatan seakan berduka cita. Matahari tidak bergairah menjatuhkan sinarnya ke bumi. Sebentar-sebentar sinar itu hilang disapu gumpalan awan hitam dan kadang-kadang tampak sekilas, untuk kemudian enyap lagi di balik mega-mega yang bernoda.
      Bila sang surya itu akan terbenam, langit pun berubah warnanya menjadi pucat kekuning-kuningan. Orang-orang bahari yang berdiam di semua distrik lalu berkata dalam hati mereka, “Sebentar lagi akan terjadi huru-hara besar yang membawa pertumpahan darah. “Tapi bagi orang-orang Belanda, mereka tidak peduli apakah langit berwarna merah, kuning, atau pun jingga. Bila dikatakan kepada bangsa kulit putih bahwa kuning adalah lambang kematian, mereka cuma tersenyum sambil berkata, “Kalian orang inlander pintar betul kalau main takhayulan.” Jadi tidaklah mengherankan bila senja di tanggal 26 itu langit berwarna kuning bagai disiram air kunyit, mereka tidak sedikit pun curiga bahwa di dalam rumah di tengah sawah telah berkumpul tokoh-tokoh BPRI yang siap menumpahkan darah mereka untuk membebaskan Sanga-Sanga dari kuku-kuku yang berbisa.
(Dikutip dari novel Merah Putih di Langit Sanga-Sanga karya Djumri Obeng, hlm. 28-29
Cetakan pertama, Desember 1995; Jakarta: Pusoa Swara)
Teks 2
Aku percaya, sebuah kata adalah rumus, igau Putri sepanjang masa krisisnya. Gagal, berhasil, adil, merdeka, cinta, dan sebagainya, tak pernah sederhana. Di dalamnya ada uraian yang lebar, mendalam, dan mungkin belum terselesaikan. Tampak ada kepastian-kepastian, tetapi kalau dimasuki, ternyata juga banyak ruang-ruang kosong yang masih menantang untuk dimasuki.
      Karena itulah, aku tak pernah menyimpulkan segala sesuatu mati. Aku selalu mengapung dan berpegang pada koma yang abadi. Keraguan bagiku suci. Karena setiap waktu, segalanya dapat dimentahkan kembali, diobrak-abrik, dijungkir balik, dibantah, atau dimaki-maki, tetapi sekaligus juga bisa lebih dipuja serta diyakini. Hidup adalah upaya mengisi koma dan menutupnya dengan titik, yang tak akan pernah kutemukan.
      Karena itulah aku membuka diriku. Kadangkala begitu terbuka, sehingga membingungkan bagi yang ingin menyapa. Mereka ketakutan, khawatir akan terkecoh. Mereka menyebutku lugu, tapi juga sangat licin. Tampak jinak, tetapi siapa yang menebakku akan tertipu. Tetapi menerimanya pun tak bisa, karena aku tak pernah berhenti bergerak. Orang takut akan kegelisahanku ini.
(Dikutip dari novel Putri karya Putu Wijaya, hlm. 228 
Cetakan pertama, Sepetember 2004; Jakarta: Pustaka Utama Grafiti)
Perbandingan kedua kutipan novel di atas adalah ….

SOAL 5
Teks 1
Tetapi jelas waktu sekian bulan lalu menjadi kesempatan berbuat kenakalan dan keberandalan yang sangat leluasa. Ide pertama ialah mempersiapkan pesta perpisahan dengan sandiwara kecil, lagu-lagu gembira dengan klimaks akhir yang gegap gempita serba masih dirahasiakan. Tetapi ya, memang remaja muda selalu lapar dan waktu luang sebanyak itu membuat lebih lapar lagi. Apa akal? Mencari atau lebih tepat mencuri buah-buahan. Yang pertama kelapa matang yang entah mengapa tergeletak begitu saja di bawah tangki air. Tetapi Darmi dan teman-temannya tidak punya piranti. Mudah saja, bergantian kelapa itu dilempar-lemparkan pada lantai beton sampai pecah. Masih ada kesulitan bagaimana mengambil daging kelapanya. Akal timbul pakai tusuk-kondhe rambut. Bukan main repotnya, tetapi toh akhirnya kelapa dapat habis. Hari lain pohon belimbing yang menjadi korban. Kemudian, perhatian terarah kepada pohon duku yang sudah cukup matang buah-buahnya dan yang biasanya dipetik oleh para berandal itu tidak menunggu sampai para pesuruh Suster Jacoba datang mendahului mereka.
(Dikutip dari novel Balada Dara-Dara Mendut karya Y.B. Mangunwijaya, hlm. 16-17
Cetakan pertama, 1993; Yogyakarta: Kanisius)
Teks 2
       “Kami ingin minta sedikit keterangan dari saudara,” kata perwira itu.
       “Maaf, Pak. Barangkali ini agak menyalahi prosedur. Kalau tak salah sudah ada konsensus, yang berhak memanggil wartawan hanyalah kejaksaan tinggi,” kata Budiman.
       “Ya, kami tahu,” perwira itu senyum ramah. “Tapi kami ingin memeriksa saudara sebagai mahasiswa. Mahasiswa sospol Gadjah Mada, yang dianggap banyak tahu tentang kegiatan-kegiatan mahasiswa akhir-akhir ini.”
      Budiman terdiam. Dia menyesal karena skripsinya belum juga selesai.
       “Ada beberapa hal yang masih ingin kami ketahui,” kata perwira itu melanjutkan.
      Lalu, pertanyaan-pertanyaan dijawab Budiman malas-malasan. Lalu, ngotot-ngototan. Kemudian, Budiman menyumpah-nyumpahi intel yang menjemputnya tadi. Sebab, ternyata dia dikirim ke Wirogunan, penjara tersohor di Yogyakarta, sama masyhurnya dengan keraton Sultan.
(Dikutip dari novel Jentera Lepas karya Ashadi Siregar, hlm. 126
Cetakan pertama, Oktober 1994; Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya)
Perbedaan yang mencolok pada kedua teks di atas adalah ….

SOAL 6
Teks 1
Apa yang dulu dibanggakan sebagai “negeri asal”, kini tak lebih dari sepotong bagian kota yang belum ditata. Bila malam gelap melulurnya, kampung itu tenggelam dalam sunyi sementara beberapa ratus meter saja sekelilingnya pijaran lampu jalan menerangi ujung-ujung pepohonan.
      Bila dulu setiap sore sering tercium bau sambal goreng kentang dan ikan teri dari dapur rumah-rumah familinya, atau suara anak-anak mengaji di Suaru Batu, kini bau dan suara itu telah berubah. Setiap waktu aroma timbunan sampah menusuk hidung dan kehidupan, suara kendaraan yang beradu kencang, suara keras mikrofon dari menara masjid di ujung sana, bercampur-campur dengan kecemasan dan degup jantung famili-famili Ongga yang dihimpit berbagai kesulitan hidup.
(Dikutip dari novel Tamu karya Wisran Hadi, hlm. 3
Cetakan pertama, 1996; Jakarta: Pustaka Utama Grafiti)
Teks 2
Di bangunan pertama, Pawagal dan Gajah Pagon yang melakukan pemeriksaan mengangkat tangan gambaran tidak menemukan sesuatu yang aneh. Namun, di bangunan kedua, Pamandana dan Nambi mendapati pemandangan yang memilukan. Ada beberapa mayat di bangunan itu, tetapi yang paling menarik perhatian adalah mayat seorang perempuan yang sedang hamil tua. Ada jejak luka di tengah dadanya, perbuatan biadab telah mengakhiri nyawa perempuan itu, ia adalah Sekar Kedaton Bungsu, Narendradewi Pungkas.
(Dikutip dari novel Bala Sanggrama karya Langit Kresna Hariadi, hlm. 311
Cetakan pertama, Oktober 2012; Yogyakarta: Bentang Pustaka)
Persamaan yang dapat ditemukan pada kedua kutipan teks di atas adalah ....

SOAL 7
Teks 1
Aku tersentak. Waktu kembali bercampur. Menyatu pada satu titik. Waktuku bersama Star pada saat ini dan waktuku bersamanya dalam rentang zaman yang tak kutahu, atau telah kulupa. Kami berdiri di dua kutub terowongan waktu. Aku, di tebing ekor. Star, di tepian lidah. Layaknya naga yang ribuan abad berputar sirkular hanya untuk menemukan ekornya sendiri. Menjilatnya. Menelannya. Menjadi cincin yang tak berujung pangkal. Sementara jasad ini, artefak yang dihasilkan ruang dan waktu, menguap. Berganti bahasa.
      Bahasa cahaya.
      Tak ada kata.
(Dikutip dari novel Supernova edisi Akar karya Dewi Lestari, hlm. 102
Cetakan pertama, Maret 2012; Yogyakarta: Bentang Pustaka)
Teks 2
Setelah tiga tahun Hamli tinggal di Jakarta, dia dipindahkan lagi ke Semarang, karena tak dapat bekerja sama lagi dengan kepalanya yang orang Belanda itu. Di Semarang, seperti disengaja, dia diserahan kepada seorang kepala yang amat keras menjalankan tugas kewajibannya, tetapi adil di dalam segala perbuatannya. Tatkala dilihatnya Hamli bekerja sungguh-sungguh, sayanglah dia kepada Hamli dan ditolongnyalah Hamli, sehingga dia mendapatkan gaji dan masa kerjanya yang lama kembali.
(Dikutip dari novel Memang Jodoh karya Marah Rusli hlm. 470
Cetakan kedua, September 2013; Bandung: Qanita)
Perbandingan yang dapat dilihat pada kutipan dua teks novel di atas adalah ….

SOAL 8
Teks 1
Aku melangkah mengikuti Owan menuju ruang dalam. Berbeda dengan atmosfer di luar yang hening menyeramkan, di bagian rumah ini terasa menyenangkan. Dinding warna salem yang dipadu kayu-kayu ekspos dan pajangan fotofot beragam objek ukuran kecil plus sofa merah cerah membuatnya hangat. Apalagi, kucium aroma kopi yang menguar tajam entah dari sebelah mana. Ini memang sudah cukup untuk mengartikan kata “pulang”. Tempat ini memang rumah bagi Owan. Kopi dan Owan adalah saudara kembar.
(Dikutip dari novel Mencarimu karya Retni S.B., hlm. 48
Cetakan pertama, Mei 2014; Yogyakarta: Bentang Pustaka)
Teks 2
Dari ketinggian pinggiran lereng hutan Mahameru, Ranu Kumbolo perlahan muncul seperti tetesan air raksasa yang jatuh dari langit dan membesar di depan mereka. Sebuah danau di ketinggian dengan pohon pinus dan cemara yang berbaris rapi di sekelilingnya. Air danau tampak mengilap diterpa matahari, menimbulkan percahan-percahan cahaya kecil yang mengambang di atas permukaan. Di kejauhan tampak bukit pinus dan barisan cemara layaknya permukaan pinggiran mangkok hijau raksasa yang menjaga danau tetap tenang.
(Dikutip dari novel 5cm karya Donny Dhirgantoro, hlm.253
Cetakan ke-14, Januari 2010; Jakrta: Grasindo)
Persamaan dari kedua kutipan novel di atas adalah ….

SOAL 9
Teks 1
Gue adalah orang yang sangat mudah terpengaruh dengan apapun yang gue lihat, tonton, dan baca. Terutama sewaktu SMP. Ketika nonton Aaron Carter di MTV, gue jadi pengin punya belah tengah dan loncat-loncat di atas meja. Ketika serial Legenda Ular Putih ditayangkan di televisi, gue jadi pengin punya istri seekor ular putih. Gue lalu sadar, gue gak mungkin punya istri seekor ular putih: gue gak mau jadi suami merangkap kudapan untuk istri gue sendiri.
(Dikutip dari novel Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika, hlm. 17
Cetakan ke-15, 2012; Jakarta: Bukune)
Teks 2
Tatkala Demang Lenang Goar ini menanyakan hal-ihwal Hamli, yang pada mulanya disangkanya seorang peranakan Belanda, tetapi kemudian ternyata sebangsa dengan nenek moyangnya, banggalah dia, sebab bangsanya dapat juga mencapai pangkat tinggi. Karena itu, tertariklah hatinya kepada Hamli. Tetapi karena itu pula, Dian mendapat jalan untuk menyampaikan sesalannya atas pikiran Hamli. Dikatakannya, sebagai seorang bangsawan Padang, Hamli yang harusnya membela adat istiadat negerinya, ternyata keras kepala, tak mau mengikuti peraturan nenek moyangnya ini, tentang beristri banyak.
(Dikutip dari novel Memang Jodoh karya Marah Rusli, hlm. 395
Cetakan ke-2, September 2013; Bandung: Qanita)
Perbandingan yang tepat untuk menggambarkan kedua novel di atas adalah ….

SOAL 10
Teks 1
Tahanan seperti tawon buyar dari sarang bergegas ke halaman untuk mengambil jatah air. Tahanan punya kebiasaan selalu minum sore hari, terutama bagi yang punya makanan ekstra dari keluarga. Pada hari kiriman seperti ini, penghuni Blok Rumah Sakit seperti pasar sore. Tahanan yang mendapat kiriman banyak dikerumuni oleh tahanan atau pasien yang berharap mendapat gula, kopi, atau apa saja. Tidak terkecuali Mawa. Beberapa pasien berkerumun di riungannya. Dengan sabar ia membagi mereka gula sesendok-sesendok. 
(Dikutip dari novel Merajut Harkat karya Putu Oka Sukanta, hlm. 324
Cetakan pertama, 2010; Jakarta: Elex Media Komputindo)
Teks 2
Lasi terdasar. Potret di tangannya jatuh. Menengok kiri-kanan, Bu Lanting tak kelihatan lagi. Lasi membungkuk untuk memungut potretnya. Duduk lagi dan matanya menatap tembok putih. Tetapi tiba-tiba tembok itu menjadi layar dan di sana muncul rumahnya yang hampa dan sunyi di Karangsonga. Dari rumah yang kecil itu bermunculan semua orang Karangsonga. Darsa dan Sipah berada di antara mereka. Orang-orang itu berbanjar di halaman lalu bersama-sama menjulurkan lidah masing-masing ke arah Lasi. Cepat Lasi memejamkan mata, mengubah dirinya menjadi kepiting raksasa, dan menjepit putus leher semua orang Karangsonga.
(Dikutip dari novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari, hlm. 114-115
Cetakan kedua, Maret 2013; jakarta: Gramedia Pustaka Utama)
Majas yang sama, yang dapat ditemukan dalam kedua kutipan novel di atas adalah ….
Tentang:

Share:


Artikel Terkait

1 komentar: